Quantcast
Channel: Indonesia Youngster Inc.
Viewing all 133 articles
Browse latest View live

Mira Setiady

$
0
0

Dengan latar belakang disiplin ilmu desain grafis, tidak menghalangi Mira Setiady untuk belajar sesuatu yang baru, termasuk bidang keuangan. “Karena saya punya keyakinan kalau saya mau belajar, pasti bisa. Apa pun jika ditekuni akan berhasil,” ujar kelahiran Semarang, 20 Desember 1982 ini. Kemauan belajar dunia keuangan yang tinggi itulah yang membuatnya mahir menganalisis laporan keuangan, sehingga dia dipercaya menjadi Direktur Keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) sejak tahun 2009.

Mira SetiadySehari-hari, Mira bekerja di kantor dari jam 10.00 hingga 19.00 WIB. Maklum, dia tidak hanya mengurus keuangan holding Sritex, tetapi juga 33 anak usaha perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu. Terutama, di perusahaan spinning yang baru diakuisisi Sritex, yakni PT Sinar Pantja Djaja tahun 2014.

Sebagai raksasa tekstil, Sritex memiliki banyak anak perusahaan untuk mendukung bisnis utama. Perputaran uang semakin cepat dan banyak membutuhkan orang yang berkompeten untuk mengurus keuangan perusahaan. Maka, Mira bersama dua direktur keuangan lain bertanggung jawab untuk mengkaji keluar masuknya uang dan utang perusahaan.

Kesibukannya sebagai Direktur Keuangan Sritex itu patut dimaklumi. Sebab, Sritex adalah pemasok seragam militer ke 100 negara, salah satunya Rusia, yang notabene pasarnya sulit ditembus. Belum termasuk pasar dalam negeri yang harus diurusi. “Jadi, tantangan saya adalah bagaimana mengatur keluar masuk uang perusahaan untuk transaksi dalam negeri ataupun ekspor secara detail dan tertib,” ujar lulusan S-1 Jurusan Art Communication untuk Grafis & Digital dari KVB University, Sydney, Australia ini.

Dijelaskan Mira, hingga Juni 2015, Sritex mencatat kenaikan penjualan 30% dari US$ 278 juta menjadi US$ 362 juta. Kenaikan ini ditopang oleh peningkatan yang signifikan di hampir semua divisi, yaitu 26% di divisi benang, 13% divisi kain mentah, 22% divisi kain jadi dan 94% divisi pakaian jadi. Sementara itu, laba bersih pada periode yang sama tercatat US$ 30,09 juta atau naik 136,5% dibanding Juni 2014 (US$ 12,72 juta).

Memang tim keuangan yang saya bawahkan orangnya tidak banyak, tapi pekerjaan ini cukup rumit. Untunglah, kerja keras kami terbayar dengan kinerja keuangan Sritex yang bagus di tengah lesunya ekonomi nasional. Sebanyak 80% produk Sritex diekspor ke 100 negara dan 20% untuk pasar domestik,” ungkap pehobi melukis, main piano dan penikmat lagu klasik itu.

Sebelum bergabung dengan Sritex, Mira mengaku pernah bekerja di Bulletin Indonesia selama satu tahun. Setelah itu, dia merintis bisnis sendiri. “Ceritanya, selulus kuliah itu, saya ingin menerapkan ilmu seni desain grafis dan saya hobi melukis, sehingga ada ide buka usaha bisnis kartu ucapan yang dipasarkan melalui toko buku Kinokuniya dan lainnya,” tutur wanita yang banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan kuliah di luar negeri itu. Setelah menamatkan SMP Bintang Laut di Solo, Mira dikirim orang tuanya menuntut ilmu ke SMA di Singapura dan kuliah di Australia.

Ke depan, Mira bertekad untuk terus menggali ilmu keuangan baik secara otodidak, literatur maupun kursus singkat. Penguasaan teori ini diperkaya dengan pengalaman di lapangan dalam menangani beberapa persoalan keuangan internal dan eksternal yang dihadapi. Bagi ibunda Emma (3,5 tahun) ini, dunia keuangan yang kata orang rumit ini, dinamis dan enjoy dijalaninya.

Eva M. Rahayu/Maria H. Azzahra

The post Mira Setiady appeared first on Indonesia Youngster Inc..


Resep Ghalib Kembangkan Solite Studio dari Madura

$
0
0

Sebelum tahun 2013, mungkin tidak akan ada yang menyangka bahwa Pulau Madura memiliki sejumlah anak muda kreatif yang mampu membuat permainan digital. Namun, sejak tim Solite Studio berhasil memenangi ajang kompetisi internasional, nampaknya pandangan tersebut mulai luntur.

Asadullohil Ghalib Kubat

Asadullohil Ghalib Kubat (kiri)

Ya, tim Solite Studio merupakan sebuah tim yang telah berhasil membanggakan Indonesia. Kumpulan empat anak muda dari Universitas Trunojoyo itu berhasil menyabet juara dua di kompetisi Microsoft Imagine yang diadakan di Rusia dua tahun silam.

Lewat permainan edukasi matematika bernama Save the Hamster, Solite Studio sukses membawa pulang hadiah sebesar US$ 10 ribu. Para anak muda asli Madura itu berhasil menyingkirkan 87 pelajar dari 71 negara lainnya.

Nama Asadullohil Ghalib Kubat, atau yang akrab dipanggil Ghalib, jadi suksesor utama di tim tersebut. Sebagai ketua tim, pria berusia 24 tahun itu dibantu oleh tiga temannya, Miftah Alfian Syah, Tony Wijaya, dan Muhammad Bagus Muslim.

Meski awalnya hanya sekumpulan tim pemenang lomba, sekarang Solite Studio berubah. Nama Solite Studio kini telah menjelma jadi perusahaan startup teknologi informasi pertama di pulau penghasil garam tersebut. “Kami mendirikan perusahaan ini dari hasil hadiah di ajang kompetisi di Microsoft,” Ghalib menjelaskan.

Dipilihnya lokasi Madura lantaran biaya sewa perkantoran yang lebih murah dibanding kota besar. Ia juga menceritakan, Solite tak terkendala akses pasar meski jauh dari kota besar. “Asal sudah terkoneksi Internet, semua bisa jadi mudah,” ujarnya.


Walau belum besar layaknya perusahaan sejenis, seperti Agate Studio ataupun Toge Production, eksistensi Solite Studio tidak bisa dipandang sebelah mata. Perusahaan ini terbukti mampu melakukan monetisasi bisnisnya dengan apik, meski hanya dengan 6 karyawan.

Tercatat hanya butuh 1,5 tahun sejak berdiri Oktober 2013 hingga Desember 2014, Solite Studio mampu balik modal dan mencatatkan omset hingga Rp 500 juta. Perusahaan ini juga telah menelurkan lima produk permainan lain, selain Save The Hamster yang kini telah diunduh 1 juta kali di perangkat Windows phone.

Secara umum, Ghalib menambahkan, pendapatan Solite Studio terbagi menjadi dua sumber. Pertama, berasal dari game berbayar. Dan, kedua, bersumber dari permainan yang sengaja didesain khusus untuk keperluan kerja sama dengan mitra strategis. Dalam waktu dekat misalnya, Solite hendak meluncurkan game edukasi bernama Buku Interaktif, hasil kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya, Solite juga pernah berkerja sama dengan beberapa perusahaan seperti Speedup dan Intel Indonesia. “Rencananya kami juga ingin merambah kerja sama dengan industri perbankan,” ujarnya.

Ghalib mengungkapkan, pencapaian Solite Studio tak terlepas dari cara perusahaan melakukan pemasaran produknya. Hingga saat ini Solite aktif memberikan berbagai program menarik di laman penggemarnya, seperti pemberian voucer. “Setiap minggu kami melakukan pemberian voucer Rp 4 juta dari Intel,” ia menambahkan.

Ia tak segan pula menggaji karyawan dengan harga yang pantas agar tidak terjadi turnover. Harapannya, tim yang ada saat ini bisa bekerja semakin solid tanpa harus selalu beradaptasi dengan pergantian orang-orang baru. “Gaji mereka sama seperti di kota-kota besar, kisarannya Rp 3 sampai Rp 5 juta,” ujarnya.

Ke depan, berbagai rencana telah disiapkan Ghalib. Tak hanya ingin membuat inovasi dalam produksi permainan baru, Solite Studio berencana pula merambah dunia properti intelektual lewat pembuatan karakter yang unik dan menarik. “Kami ingin terus berinovasi dan memberikan sesuatu yang dapat digunakan untuk orang lain,” ungkap Ghalib.

Ia berujar, pengetahuan dirinya tentang kepemimpinan ia pelajari secara otodidak. Lahir dari keluarga yang terbilang pas-pasan telah mengajarkan dirinya untuk lebih solutif dalam menghadapi berbagai tantangan. Di jenjang perkuliahan misalnya, ia telah bisa membiayai biaya perkuliahannya sendiri. Ia aktif mengajar sebagai asisten dosen di hampir semua mata kuliah di Universitas Trunojoyo, dan aktif membuka les privat pemrograman untuk kalangan mahasiswa dan siswa SMK.

Pengamat teknologi informasi Heru Sutadi mengapresiasi langkah Solite Studio untuk mengepakkan bisnis dari Madura, tanah kelahiran Ghalib. Walau begitu, ia menyarankan agar Ghalib tidak alergi melakukan penetrasi di kota besar dengan pembukaan cabang. “Sebab pusat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi banyak di Jakarta,” Heru menegaskan.

Ia pun menggarisbawahi pentingnya pembagian peran dan kewajiban yang jelas antara para pendiri. Banyak kasus perusahaan startup yang justru mati karena situasi yang tidak kondusif antara pendirinya. “Ini perlu diikat dalam perjanjian, termasuk hak dan kewajiban masing-masing,” ujarnya.

Ananda Putri & Syukron Ali

Riset: Hana Bilqisthi

BOKS:

Nama: Asadullohil Ghalib Kubat

Tempat/tangal lahir: Bangkalan, 22 Februari 1991

Jabatan: CEO Solite Studio

Penghargaan:

= Mobile Game Dev War 4 2012 – Rookie Games of the

Year

= Mobile Game Dev War 4 2012 – Best Education

Games

= Mobile Game Dev War 4 Fulltouch – Best Education

Games

= Lumia Apps Olympiad 2012 – Gold Medal

= Imagine Cup 2013 Indonesia – 1st Winner Games

Competition

= Imagine Cup 2013 Indonesia – Indonesian National

Winner

= International Imagine Cup 2013 Russia – 1st Runner

Up

= APICTA Award 2013 Hong Kong – Finalist

Portofolio Produk Permainan

1. Save The Hamster

2. Count The Bunnies

3. Cody’s App Academy

4. Milky Baby

5. Original

6. Underground

The post Resep Ghalib Kembangkan Solite Studio dari Madura appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Menebar Virus Sehat dengan Burgreens Resto

$
0
0

Ide dan peluang bisnis bisa datang dari mana saja. Lihat saja yang dilakukan Helga Angelina dan Max Madias. Berangkat dari keseharian sebagai vegetarian, mereka menggelindingkan restoran yang sesuai dengan gaya hidup mereka. Lewat Burgreens Resto yang dibesut pada November 2013 di Rempoa, Jakarta Selatan, mereka menyajikan aneka makanan dan minuman dari bahan organik. “Berawal dari kecintaan terhadap makanan sehat dan keinginan untuk hidup sehat, kami membangun Burgreens Resto,” ungkap Helga, lulusan Komunikasi Internasional, Arnhem Burgreens School, Belanda.

Helga Angelina

Helga Angelina

Gaya hidup sehat yang menjadi tren beberapa tahun terakhir ini membuat Burgreens Resto disambut hangat para penikmat makanan organik. Terlebih, resto ini juga melayani para vegetarian. Jangan heran, dalam tempo singkat, resto kedua pun dibuka, masih di Jak-Sel, yakni di Tebet.

Hidup sehat dilakukan Helga sejak berusia 15 tahun. Kelahiran 2 Desember 1990 ini sering mengonsumsi obat-obatan kimia sejak kecil. Seiring dengan bertambahnya pemahaman mengenai pola hidup sehat, ia memutuskan jadi vegetarian dan menjalani gaya hidup sehat. Sementara Max yang lulusan Manajemen Keuangan dari kampus yang sama, dituturkan Helga, pernah berada di titik jenuh dalam hidupnya. Kelahiran 28 Juni 1988 itu mulai merasa bosan dengan hidup tidak sehat, lalu mencoba mencari hobi-hobi baru yang sehat. Juga, melakukan riset tentang vegetarian. “Dari situ, Max mulai mencintai healthy food yang bisa menyembuhkan penyakit pada tubuh manusia.”

Saat kembali ke Indonesia setelah sekian lama bermukim di Belanda, mereka membuka resto yang sesuai dengan gaya hidup mereka. Awalnya, mereka memilih menularkannya lewat usaha online. Ternyata, rekan mereka, Banyu Bening Prieta, memiliki tempat di Rempoa. Kami mendirikan bisnis ini berempat, saya, Max, Banyu dan Glenn Patrick yang merupakan staf pertama kami,” tutur Helga. Mereka berempat memiliki latar belakang yang berbeda sehingga bisa saling melengkapi. Banyu, yang lahir pada 19 April 1991, lulusan Hubungan Internasional Universitas Parahyangan dan Glenn (lahir 27 Mei 1995) lulusan Homeschooled High School.

Pemilihan menu di Burgreens lahir dari kreasi Max serta tim dapur dan tim pemasaran. “Kami fokus pada kualitas bahan baku dan rasa produk,” kata Helga. Agar produknya menarik, Burgreens menawarkan produk sehat yang fokus pada kualitas bahan dan rasa. “Kami mencari bentuk junk food dan kami olah menjadi makanan sehat. Kami menawarkan burger tetapi berbahan dasar organik. Kami juga menawarkan steak yang kami buat dari mushroom.”

Bahan baku diambil langsung dari petani organik lokal di bawah bimbingan mitra mereka, Yayasan Usaha Mulia, juga bekerja sama dengan Organik Klub yang lokasinya berada satu gedung dengan Burgreens Resto Tebet. “Kami juga berkolaborasi dengan Klub Organik dalam membuat event edukatif seperti healthy plant-based cooking class,” imbuhnya.

Mengusung konsep green, Burgreens juga menyediakan tempat yang nyaman, hijau, sejuk, dan tidak terlalu banyak tercampur polusi udara. “Seperti cabang di Tebet, kami memilih lokasi tersebut karena berhadapan langsung dengan taman, sehingga ada suasana sejuk dan asri yang mendukug konsep resto kami,” kataya.

Burgreens bukan sekadar bisnis yang profit oriented. “Kami juga memedulikan social impact dari bisnis kami,” Helga menendaskan. Dari awal didirikan, Burgreens pun memperkenalkan makanan dan hidup sehat kepada anak-anak di sekolah. “Dengan mendirikan bisnis ini, kami juga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar.”

Helga yakin, salah satu kunci untuk kemandirian bangsa, revolusi dan keberlanjutan lingkungan hidup adalah social entrepreneurship. “Untuk teman-teman yang ingin membangun bisnis, carilah bisnis yang memberikan solusi untuk isu-isu sosial di Indonesia. Untuk membangun bisnis yang sustainable, penting banget untuk improving people’s lives, jangan hanya membangun bisnis yang sedang tren. Bila kita hanya membangun bisnis yang sedang tren, brand kita akan hilang saat tren tersebut berganti. Selain lebih sustainable, social entrepreneurship juga jauh lebih fulfilling untuk kita yang melakukan,” paparnya.

Menurut Helga, tak ada strategi khusus dalam menjalankan Burgreens. Dari sisi produk, Burgreens mengutamakan kualitas. “Kami ingin menyediakan makanan sehat dan simpel, karena bagi kami makanan simpel itu sudah menjadi kebutuhan bagi warga Jakarta,” katanya. Mereka mengedepankan pula kualitas pelayanan. Produk dan pelayanan yang berkualitas, masih menurut Helga, akan menggiring orang untuk datang kembali dan mengajak teman atau saudaranya.

Selain mengandalkan getok tular, mereka juga menggunakan media sosial, yakni Facebook, Twitter dan Instagram. “Saat ini yang paling sering kami gunakan adalah Instagram,” kata Helga. Awalnya, kebanyakan pengunjung Burgreens adalah warga asing dan pesohor seperti Sharena Gunawan, Titi DJ, serta Dewi Lestari bersama suaminya, Reza Gunawan, yang memang sudah lebih paham mengenai gaya hidup sehat. Pemasaran dari mulut ke mulut pun terjadi sehingga resto mereka ramai pengunjung. Bahkan, enam bulan belakangan, mereka melihat antusiasme warga lokal untuk menikmati sajian organik Burgreens semakin besar.

Vani, misalnya. Warga Jakarta ini sejak usia 18 tahun memilih menjadi vegetarian karena ingin hidup sehat. “Saat ini belum banyak restoran yang menyajikan menu makanan sehat atau khusus vegetarian. Burgreens mampu menyediakan makanan untuk vegetarian dan makanan yang disediakan juga enak dan healthy pastinya. Tempatnya juga enak, suasananya homey banget,” katanya. Ia juga melihat harga yang dibanderol Burgreens sesuai dengan makanan yang disajikan.

Hanya saja, Vani melihat, di Burgreens belum tersedia menu vegan tanpa bawang. Pasalnya, menurut dia, banyak orang vegetarian yang menunya vegan dan tidak mengonsumsi bawang. “Saya berharap semoga ke depannya restoran ini bisa menyediakan menu vegan tanpa bawang, sehingga saya dan para vegan tanpa bawang lainnya dapat memilih menu makanan yang lebih banyak. Di restoran ini memang bisa request untuk makanan yang tanpa bawang, tetapi jenis pilihan yang kami punya jadi lebih sedikit,” ungkapnya.

Burgreens menyediakan hampir 50 jenis menu, mulai dari veggie burger, steak, rice, snack, minuman, hingga aneka pasta. Harganya beragam sesuai dengan jenis menu makanan dan minuman. Misalnya, veggie burger mulai dari Rp 48.000 hingga Rp 125.000; steak mulai dari Rp 55.000 hingga Rp 80.000. Jumlah pengunjung Burgreens setiap hari 20-40 orang dan pada akhir pekan cenderung meningkat, bisa sampai 50 orang.

Diakui Helga, meski kini sudah memiliki dua resto, bukan berarti perjalanan bisnisnya mulus. “Membangun bisnis ini tidaklah mudah. Karena kami benar-benar fresh management, kami cukup menemui berbagai kesulitan. Jadi masih belum terlalu stabil, masih belum menemukan keseimbangan dan masih terus melakukan trial and error,” paparnya. Menurutnya, ketika ia dan rekan-rekannya memberanikan diri membangun bisnis, berarti mereka harus siap memberikan seluruh waktu untuk bisnis tersebut. “Berbisnis tidak seperti bekerja di kantor yang ada jam kantor. Berbisnis harus siap dengan waktu yang tersita selama 24 jam selama satu minggu,” imbuhnya.

Helga mengungkapkan, kiat sukses Burgreens yaitu pendiri memiliki visi yang jelas. “Have a clear vision, keep the faith, build & nurture your people, look for people who are passionate about your vision, dan keep learning, juga focus,” katanya. Dengan begitu, hambatan apa pun yang ditemui, bisa dilalui.

Mengedepankan kualitas produk dan pelayanan serta atmosfer yang disuguhkan membuat Burgreens diganjar berbagai penghargaan. Antara lain, Voted as Jakarta’s Best Healthy Food Restaurant by Yahoo, Winner of Trip Advisor’s Certification of Excellence 2014, dan Zomato’s Best Healthy Food Restaurant & Top 10 Trending Restaurant. “Selain dari segi penghargaan, pencapaian bagi kami adalah ketika kami bisa memberikan manfaat bagi orang-orang sekitar. Kami merasa sudah cukup berhasil membuat movement kepada orang-orang sekitar kami untuk makan dengan berkesadaran, untuk makan makanan yang bagus bagi kesehatan dan lingkungannya,” papar Helga.

Ke depan, Helga menargetkan bisa membuka cabang baru Burgreens. Ia juga tengah ancang-ancang membuat Burgreens Corner dengan ukuran resto yang lebih kecil. “Jadi, bisa mengajak orang di Jakarta untuk hidup lebih sehat,” katanya. Terpenting, menurutnya, mereka berempat menjalankan bisnis yang sesuai dengan passion dan gaya hidup sehat yang mereka jalani. “Pemilik restoran harus living the brand. Kalau sang owner saja masih makan makanan tak sehat, bagaimana pengunjung percaya bahwa makanan yang disajikan memang sehat dan dari bahan-bahan organik,” ujar Helga tandas.(*)

Henni T. Soelaeman dan Nerissa Arviana

Riset: M. Khoirul Umam

The post Menebar Virus Sehat dengan Burgreens Resto appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Unjuk Gigi Generasi Kedua Citra Cipta Bika

$
0
0

Nama Citra Cipta Bika dalam industri furniture dan desain interior sudah tidak diragukan. Sudah 30 tahun lamanya, Norman Lukmito merintis usaha tersebut, hingga memiliki portofolio di berbagai hotel, apartemen, resort, dan restoran di berbagai belahan dunia seperti London, Kairo, Sydney, Doha, Tokyo, Perancis dan lain-lain.

Melalui generasi keduanya, Rena Lukmito dan Robyn Lukmito, kini Citra Cipta Bika melebarkan usahanya lewat perusahaan baru. Kedua anak perempuannya tersebut kini membangun merek tersendiri bernama Renata & Robyn Atelier dengan showroom perdana di wilayah Jakarta Selatan.

Bila image Citra Cipta Bika selama ini lebih ke arah segmen hospitality seperti hotel dan resor. Renata & Robyn Atelier, nantinya akan menjangkau pasar yang lebih luas seperti segmen residensial dan ritel. “Ini menjadi semacam one-stop shopping untuk desain interior private home. Kami menjawab banyaknya permintaan klien Bika yang ingin mendapatkan layanan desain untuk pasar residensial yang high end, “ ujar Managing Director RR Atelier Renata Lukmito.

Renata & Robyn bersama orang tua mereka ketika grand opening RR atelier (Nanik Lukmito & Norman Lukmito)

Renata & Robyn bersama orang tua mereka ketika grand opening RR Atelier (Nanik Lukmito & Norman Lukmito)

R&R Atelier, menurut dia, juga melayani pesanan yang sifatnya costum dari kostumer yang ingin mewujudkan ide-ide sendiri, untuk menciptakan konsep desain yang unik sesuai dengan pribadi masing-masing. “RR Atelier bekerjasama dengan beberapa desainer paling inovatif dan sangat disegani di Indonesia,” ujarnya.

Ia menilai pasar furniture residensial mempunyai prospek yang cerah dimasa datang. Keberadaan RR Atelier ia katakan juga bertujuan untuk menunjukan bahwa luxury furniture buatan lokal bisa mempunyai kualitas dan design tidak kalah dengan furniture buatan luar negeri. “Target awal kami mengharumkan nama Indonesia dulu,” dia menjelaskan.

Adapun secara struktural Robyn memegang jabatan sebagai Direktur Kreatif. Pengalamannya di Parsons ‘School of Design di New York, membuatnya punya pengetahuan yang luas di bidang interior desin. Baru tahun 2013, ia kembali ke tanah air setelah sempat bekerja sebelumnya di Perancis. Sedangkan Renata, sang kakak, Renata memegang jabatan selaku Direktur Pelaksana. (EVA)

Profil Bisnis Generasi Kedua
Nama Perusahaan : Renata & Robyn Atelier
Berdiri: Grand Opening 15 Desember 2015
Pendiri: Rena Lukmito & Robyn Lukmito (Generasi kedua Citra Cipta Bika)
Bisnis: Produsen Furnitur dan Kontraktor Desain Interior segmen
Target Pasar: Residensial dan ritel
Segmen: High End
Showroom: Jalan Hang Lekir 1 no 11, Kebayoran baru, Jakarta Selatan

Profil Bisnis Generasi Pertama
Nama: Citra Cipta Bika
Pendiri: Norman Lukmito
Tahun berdiri: 1985
Target Pasar: hotel, resor, apartemen, restauran dan perkantoran

Hotel
Mulia Hotel – Jakarta, Sofitel Bali – Bali, W Resorts And Spa – Bali, The Mulia Bali – Bali, Four Seasons – Doha, Qatar, Sutos Hotel – Surabaya, Grand Indonesia Kempinski – Jakarta, Mandarin Oriental – Jakarta, Raffles Hotel – Jakarta, Grand Hyatt – United Arab Emirates, Four Seasons – Cairo, Egypt, Westin Hotel – Martin Place, Sydney, Bali Town Square Suites Bali – Bali, Grand Hyatt Hawaii Kauai – Hawaii, Grand Indonesia Hotel & Apartment – Jakarta, Intercontinental Hotel & Resort – Natadola, Fiji Islands, Presidential Suite Lemuria – Seychelles. Rimba Hotel – Bali, Sir Baniyas Hotel Development – Abu Dhabi, Uae, Skav – Bahrain, Smvr – Bahrain , The Andaman Hotel – Langkawi, Malaysia, Borobudur Hotel – Jakarta, Dharmawangsa Hotel – Jakarta, Sheraton Hotel – Anaheim, California, Andaman Hotel – Langkawi, Mandarin Oriental – Tokyo, J.W. Marriot – Jakarta, Condando Plaza – Puerto Rico, Illikai Hotel – Hawaii, Fukuda Hotel – Japan, Okuma Hotel – Japan, Regent Hotel – Hawaii , Hotel Hilton – Jakarta, Intercontintal Midplaza – Jakarta, Le Meridien – Jakarta, Four Seasons – Langkawi, Malaysia, Marriott Hotel Vietnam

Resor
W Resort And Spa – Bali, Ayana Rimba – Bali, Four Seasons Resorts – Bora-Bora , Villa Upama – Bali, Bvlgari – Bali , Ayana Resorts – Bali, Four Seasons – Sharm El Sheikh, Egypt, Karma Kandara Villa – Bali, Lemuria Presidential Villa – Seychelles, Yatule Beach Resort – Natadola, Fiji Islands , Ritz Carlton Resorts – Bali, Conquistador – Puerto Rice, Busena Cottage – Japan, Saint Mallo – France, Safari Lodge – United Arab Emirates, Disney’s Animal Kingdom Lodge – California
Apartemen
Residence 8 – Jakarta, Intercontinental Midplaza – Jakarta, Oakwood Apartment – Jakarta, Ayana Residence – Bali, Frasier Residence – Jakarta, Reine Marine Residence Service Apartment – France, The Peak Apartment – Jakarta, Kempinski Grand Indonesia Apartment – Jakarta

The post Unjuk Gigi Generasi Kedua Citra Cipta Bika appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Dua Sekawan dalam Tas Moduler

$
0
0

Fashion dan apparel sungguh menyajikan setumpuk peluang bisnis asal jeli melihat dan mengolahnya. Dua anak muda – Bayu Pamura dan Wira Adhiyaksa – tergolong yang mampu melakukan itu. Dua sekawan yang tinggal di Yogya itu tancap gas memasarkan produk andalan mereka, tas smart modular. Pengguna tas produknya bisa melakukan bongkar pasang sendiri sesuai dengan seleranya. Dengan mengandalkan penjualan online, dua sekawan ini pun menikmati pertumbuhan bisnis yang positif.

Bayu Pamura dan Wira Adhiyaksa

Bayu Pamura dan Wira Adhiyaksa

Bayu dan Wira sepakat berkongsi bisnis pada 2011. Keduanya sudah lama berteman karena sama-sama kuliah di Universitas Gadjah Mada dan pernah bareng aktif di grup band kampus. Setelah lama berpisah, mereka bertemu dan sepakat berbisnis bersama dengan memadukan kemampuan masing-masing. Bayu di pemasaran online sedangkan Wira di produksi.

Setelah melalui proses observasi pasar, akhirnya mereka sepakat berbisnis tas berbahan poliester. “Karena tak ingin produk yang banyak kompetitor, kami coba masuk di produk smart modular bag,” ujar Bayu yang kelahiran 9 Mei 1980. Dengan model ini, konsumen bisa bongkar pasang tas miliknya sesuai dengan selera – mirip produk knock down. Untuk memproduksi tas tersebut, keduanya menggandeng vendor yang sudah berpengalaman. Namun tentu saja mereka yang membuat desain lengkapnya.

Untuk memuluskan pemasaran, digunakan nama merek Nokn, yang punya kesan knock down – artinya bongkar pasang. “Bahasanya sangat enak didengar,” Wira menambahkan. Nama perusahaan pun disesuaikan, PT Noga Kalyan Nirwana. Singkat cerita, mereka langsung memproduksi barang dengan jumlah terbatas, dijual ke teman-teman kuliah. Hasilnya? “Kami mendapat banyak komplain dari teman-teman yang menggunakan,” cerita Wira yang kelahiran 19 Januari 1982. Produk pertama tersebut rupanya tidak sesuai dengan harapan. Banyak kelemahan di sana-sini sehingga tidak nyaman digunakan.

Wira pun kemudian berpikir keras untuk menambal kelemahan produknya. Dia terus menggali desain yang paling user friendly. Dia mendesain ulang produknya. Setelah melalui beberapa kali percobaan dan mendapatkan penilaian bagus dari kawan-kawannya yang semula komplain, baru kemudian memberanikan diri untuk dijual ke umum. Dalam hal ini, dua sekawan memutuskan untuk mengandalkan penjualan lewat jalur online.Modal awal hanya Rp 10 juta. Itu pun lebih banyak dihabiskan untuk membuat desain,” sambung Bayu. Website mereka adalah www.noknbag.com. Untuk membangun situs itu, Bayu dan Wira memilih ahli web profesional dan sudah dikenal di Yogya. Bagi mereka tampilan web harus bagus dan membuat kesan yang menarik bagi onliner, meski untuk itu sedikit lebih mahal.

Kini, setelah berjalan empat tahun, usaha online ini makin berkembang. Mereka bisa melakukan transaksi hingga 500 kali per bulan. Harga produknya mulai dari Rp 200 ribu hingga di atas Rp 1 juta. “Pembeli produk kami, lebih dari 60% berasal dari sekitar Jakarta,” Bayu menjelaskan. Sejauh ini juga sudah ada pengiriman ke luar negeri seperti ke Jepang, Malaysia, Australia, Singapura dan Amerika Serikat.

Wira menambahkan, belakangan ini pihaknya juga mendapatkan banyak tawaran untuk memproduksi Nokn Bag secara massal untuk dijual lewat jalur offline. Namun pihaknya belum tertarik. “Kami fokus menggarap pemasaran online karena pasarnya masih luas,” kata Wira. Ia pun menjelaskan, merek Nokn sudah dipatenkan.

Pernyataan Wira benar adanya. Pasar memang masih luas, terlebih di dunia online. “Saya tertarik karena produknya tidak ditemukan di toko tas biasa,” kata Agus Budiman, mahasiswa PTS yang tinggal di Yogyakarta. Agus mengaku tidak sengaja menemukan produk Nokn Bag. Awalnya dia hanya tertarik dengan penampilan desain web yang sangat menarik. Dia pun membeli produk yang ditawarkan.

Muhammad Edhie Purnawan, pakar bisnis yang juga Wakil Dekan FEB UGM, melihat sejak awal pengelola Nokn Bag memiliki kesadaran harus menghasilkan produk yang lebih kreatif. “Smart modular bag, hasil kreasi mereka cukup unik karena bisa dibongkar pasang sesuai dengan keinginan pemiliknya. Untuk mendesain produk ini perlu keahlian khusus sehingga tingkat persaingannya masih longgar. Bila konsisten, ke depan bisnisnya bisa tumbuh, terutama bila melihat kreativitas dan semangat berwirausahanya yang kuat,” komentar Edhie.

Pujian Edhie jelas jadi vitamin buat dua sekawan. Namun mereka laik waspada dan tak terlena, sebab kompetitor pasti tak akan berdiam diri.

Sudarmadi dan Gigin W. Utomo

The post Dua Sekawan dalam Tas Moduler appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Boncengan Motor Ala Novi

$
0
0

Bagi Novi Riyan Sari, peluang bisnis bisa datang dari mana saja. Bahkan, dari kebutuhan pribadi pun bisa menggelinding menjadi bisnis yang menjanjikan. Awalnya, Novi, begitu panggilan akrab perempuan berusia 30 tahun ini, menciptakan boncengan motor untuk kebutuhan dirinya yang setiap hari mengantar dan menjemput buah hatinya ke sekolah dengan sepeda motor. Boncengan belakang yang ia buat sendiri itu tidak cuma aman tetapi juga nyaman, sehingga saat perjalanan pulang sekolah atau berkendara cukup jauh, anaknya bisa terlelap dengan aman di belakang. Pasalnya, Novi membuat boncengan motor yang dilengkapi dengan sabuk pengaman, sandaran punggung dan pembatas kiri-kanan yang tinggi agar bisa menopang badan dan kepala anak, serta dibungkus dengan busa tebal berlapis bahan semikulit.

Novi Riyan Sari

Novi Riyan Sari, pemilik bisnis boncengan motor berlabel Safety Boncengan Motor

Tak dinyana, hasil kreasinya itu memincut teman-temannya sesama kaum ibu yang juga mengantar jemput anaknya. Novi, yang sejak lulus kuliah tertarik menekuni bisnis, tergerak pula untuk serius menekuni bisnis pembuatan boncengan motor. Ia melihat pasar terbuka lebar di depannya. Menurutnya, produk boncengan motor amat dibutuhkan para orang tua, khususnya ibu yang kerap melakukan mobilitas dengan putra-putri balitanya menggunakan sepeda motor. Memang, tidak aman juga memboncengkan seorang balita sendirian yang lantas mengantuk di tengah jalan. “Sayangnya, penyedia alat bantu yang aman seperti ini masih jarang di pasaran. Rata-rata orang tua masih mengalami kesulitan mencari alat bantu bonceng anak yang aman dan tidak merepotkan,” ungkap Novi menjelaskan ketertarikannya merintis bisnis boncengan motor.

Sejak 2013, sarjana ekonomi lulusan Universitas Negeri Yogyakarta ini pun serius menekuni bisnis boncengan motor yang diberi label Safety. Bahkan, agar kreasinya tidak dicuri orang, ia langsung mendaftarkan hak paten Safety Boncengan Motor ke Dinas HAKI. Dengan modal Rp 5 juta yang diambil dari tabungan pribadinya, Novi optimistis produk boncengan motor yang menyasar target pasar para orang tua yang memiliki anak usia di bawah 10 tahun itu bisa diterima pasar. “Orang tua yang dimaksud adalah orang tua yang tidak memiliki kendaraan roda empat, para bunda yang belum bisa mengendarai mobil, dan orang tua yang tidak ingin terjebak macet di jalanan,” paparnya.

Menyadari tak memiliki keahlian di bidang desain industri, pengelasan dan pembuatan jok, Novi pun menggandeng dua mitra kerja. “Mereka full bekerja untuk bagian produksi. Seorang partner memproduksi rangka boncengan dan partner lainnya yang memasang joknya,” katanya. Ada dua jenis boncengan motor yang ia tawarkan: dipasang di belakang dan dipasang di depan. Bentuknya berupa kursi yang bisa dibongkar pasang dan mudah cara pasangnya. Relatif lebih aman dipakai karena terdapat sandaran punggung dan sampingan kanan-kiri yang berfungsi sebagai penopang badan dan kepala anak ketika mereka tertidur. Selain itu, terdapat sabuk pengaman yang juga berfungsi sebagai penopang badan anak. Cara pasangnya pun mudah dan tidak merusak bodi motor, karena desainnya menyesuaikan dengan jenis motor pemakai. “Tidak repot ketika isi bensin, tinggal angkat jok. Tidak repot juga ketika ingin berboncengan dengan dua orang dewasa, tinggal melepas sampingan kanan-kirinya,” ia menjelaskan.

Untuk memasarkan produk Safety Boncengan Motor, Novi menjalankan strategi pemasaran dengan dua sistem: online dan offline. Sistem online untuk menjangkau pasar yang lebih luas melalui situs web www.boncenganmotor.com dan www.jualboncenganmotor.wordpress.com, serta melalui media sosial seperti Facebook, Line, WhatsApp dan BlackBerry Messenger. Juga melalui penyedia situs lapak online Tokopedia dan Bukalapak. Adapun pemasaran offline, untuk menjangkau pasar lokal khususnya, melalui sebar brosur di sekolah TK yang ada di wilayah Yogyakarta. “Juga penawaran kerja sama reseller bagi mereka yang ingin menjualkan produk kami ke pasar untuk pemasaran yang lebih luas ke seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Saat mendapat pesanan pertama dari luar kota, Novi sangat surprised. “Langsung disurvei oleh ayah pemesan. Beliau hanya bisa melihat contoh produknya di motor yang sedang saya pasangi boncengan tersebut. Saat itu saya belum membuka toko offline, jadi pesanan saya buat by order,” katanya.

Maria Ulfa (33 tahun), ibu rumah tangga yang merupakan salah satu konsumen setia Safety Boncengan Motor, mengaku sudah membeli tiga kali boncengan motor Safety. Ibu dua anak ini melihat dari Internet. “Boncengan motor ini bisa memberikan kenyamanan bagi anak-anak yang dibonceng oleh orang tuanya saat berpergian dalam jarak dekat ataupun jauh,” kata Maria yang setiap ganti motor dipastikan membeli boncengan motor. “Boncengan motornya disesuaikan dengan jenis motor,” imbuhnya.

Novi juga terus berinovasi untuk menghasilkan produk baru atau tambahan modifikasi untuk fungsi tambahan dari fungsi utama. “Supaya penjualan tidak stagnan,” katanya. Inovasi tak hanya menyentuh sisi produk, tetapi juga pelayanan penjualan dengan jaminan garansi yang dapat meningkatkan kepercayaan pasar terhadap produk dan toko.

Setelah cukup mapan dengan produk boncengan belakang, belum lama ini Novi melakukan inovasi dengan cara memodifikasi model utama, yaitu dengan menambah breket pada bagian belakang sandaran punggung. Dengan adanya breket tambahan, bertambah pula fungsinya, yakni breket bisa dipakai sebagai tempat untuk memasang boks motor. Selain itu, ia berinovasi pula dengan membuat penutup dada yang bisa dipasang di seatbelt boncengan belakang. “Kami juga berinovasi dengan menambah jenis produk baru, yaitu boncengan depan yang baru jalan 6 bulan ini,” paparnya.

Dengan menjalankan prinsip saling berbagi rezeki dan kepercayaan, penjualan berkisar 100-150 unit per bulan. Dibanderol Rp 410-425 ribu untuk boncengan belakang dan Rp 250-300 ribu boncengan depan, omsetnya diperkirakan Rp 40-60 juta per bulan. Dengan jumlah karyawan lima orang ditambah tiga tim produksi, ia menargetkan ke depan memiliki pabrik produksi dengan mesin yang lebih canggih dan peningkatan penjualan dengan membuka keagenan di seluruh wilayah Indonesia. “Untuk memperluas wilayah pemasaran, kami melakukan strategi dengan penawaran program reseller dan dropship bagi mereka yang tertarik memasarkan produk kami,” tuturnya.

Jumlah produksi yang masih terbatas menjadi kendala yang dihadapinya selama ini. Padahal, permintaannya cukup besar. “Juga ketidakseragaman ukuran produk yang dihasilkan menjadi kendala karena masih skala rumahan,” katanya. Karena itu, imbuh dia, target untuk memiliki pabrik bukanlah target yang muluk.

Toh, kendala itu tak membuat Novi patah semangat. Jatuh bangun dalam berbisnis sudah dilakoninya sebelum memutuskan menekuni bisnis boncengan motor. Kiprahnya sebagai wirausaha diawali dengan mengelola usaha sang ibu sembari menjalankan bisnis MLM. Tahun 2010, ia ikut sang suami yang dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya ke Negeri Sakura. Menemani suaminya yang mengambil studi master, ia melihat peluang memasarkan hijab. “Ketika itu saya agak kesulitan mendapatkan hijab, padahal jumlah Muslim di Jepang cukup banyak,” katanya.

Berbekal modal yang tidak seberapa, Novi membeli lusinan jilbab dari Indonesia yang kemudian dijualnya secara online di sebuah domain situs web dengan alamat www.HijabJapan.com. Setahun di Jepang, kembali ke Tanah Air, ia kembali mengelola usaha ibunya. Pada saat bersamaan, ia mulai merintis usaha bersama suaminya, mulai dari waralaba makanan sampai usaha online. Sampai pada 2013, ia mencetuskan ide membuat produk alat bantu boncengan anak di motor berkat pengalaman repotnya memboncengkan anak balitanya di motor.

Bagi Maria Ulfa, ide bisnis boncengan motor yang digulirkan Novi sangat menarik. Hanya saja, ke depan, ia menyarankan supaya terus berinovasi dan mengembangkan produknya lebih luas. “Awal saya membeli sandaran untuk anak itu tidak terlalu tinggi, sehingga untuk anak yang badannya lebih besar jadi kurang nyaman. Terakhir saya beli, sandarannya sudah tinggi sehingga bisa untuk anak saya yang besar juga. Jadi, kalau bisa disesuaikan dengan kondisi anaknya, saat ini kan banyak anak-anak yang gendut,” saran Maria.

Henni T. Soelaeman dan Sri Niken Handayani

The post Boncengan Motor Ala Novi appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Sale Stock Tekad Mendobrak Status Quo Bisnis Fashion

$
0
0
Ariza Novianti & Lingga Madu

Buy one get one free. Great Sale Up to 70%. Beli 2 dapat 3. Midnight SaleDiskon hingga 95% + Gratis Voucher Rp100.000. Late Night Super SaleDiskon 70% + 20% Expired. Berbagai diskon menggiurkan tersebut terpampang di hampir semua department store menjelang Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Bahkan, satu dept. store besar kerap memberikan diskon gila-gilaan hampir di setiap akhir pekan yang dipromosikan di media-media besar Ibu Kota.

Ariza Novianti & Lingga Madu

Ariza Novianti & Lingga Madu, Founder & CEO of Sale Stock Indonesia

Diskon besar-besaran yang ditawarkan pusat perbelanjaan jelas menjadi magnet bagi konsumen untuk belanja. Apalagi, buat para perempuan yang senang belanja seperti Ninin. Ibu tiga putra ini mengaku senang berbelanja saat pusat pebelanjaan mengadakan diskon besar-besaran. “Saya bisa kalap,” ujarnya sembari tertawa. Ia memanfaatkan diskon besar-besaran itu dengan membeli banyak baju untuk keluarganya.

Begitu juga Dini Nizar. Ia selalu memanfaatkan diskon besar-besaran untuk belanja berbagai keperluan, terutama aneka fashion. “Saya bisa borong pakaian branded yang kalau tidak diskon harganya minta ampun mahal sekali,” ungkapnya. Tak mengherankan, perempuan yang masih lajang ini memuaskan dahaga akan pakaian branded di mal-mal papan atas yang menggelar diskon. “Saya tak pernah melewatkan midnight sale. Barang-barangnya bagus dan harganya terjangkau kantong saya,” ucap Dini sambil tertawa.

Siapa sih yang tidak suka diskon? Apalagi, untuk produk branded. Namun, tidak bagi Lingga Madu. Ia justru prihatin dan marah. “Promosi lewat diskon memang lumrah. Tetapi kalau sudah banting-banting harga, wah saya bingung kok begini ya cara berjualan,” kata Lingga. Keprihatinan melihat fenomena diskon besar-besaran yang menjadi trik peritel modern untuk menggaet konsumen ini menggelitiknya untuk mencari tahu harga riil produk yang didiskon itu. “Tak mungkin kan jual rugi. Pasti tetap ada untung meski sudah diobral habis,” katanya.

Bersama sang istri, Ariza Novianti, ia pun bergerilya mencari tahu harga produk fashion tersebut. Mereka berkeliling ke berbagai konveksi, mulai dari skala UKM sampai konveksi besar, bahkan pabrik yang mengerjakan pesanan merek-merek terkenal. Dari gerilya ini, Lingga lalu memutuskan melakukan gebrakan. “Saya pikir harus do something,” ujarnya.

Menurutnya, fashion harus bisa menyentuh dan dinikmati semua orang. Ingin berkontribusi pada industri fashion Indonesia, ia kemudian membesut Sale Stock Indonesia pada ujung 2014. “Saya ingin menawarkan harga fashion yang murah sehingga semua perempuan Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, merasakan dan bisa menikmati fashion yang sama. Wanita-wanita di Papua pun bisa seperti sosialita di Jakarta,” kata Lingga, lulusan S-1 Informatika dan Multi Media, Univesitas Kristen Duta Wacana, dan MBA dari Universitas Gadjah Mada (UGM), keduanya di Yogyakarta.

Lewat Sale Stock, Lingga terobsesi menyediakan baju berkualitas tinggi dan terjangkau untuk semua perempuan Indonesia. Jangan heran, Sale Stock mengusung slogan citra: Baju cantik, kualitas mal, harga jujur. “Sale Stock bisa memberikan lebih dari separuh harga dengan barang yang sama yang dijual di mal,” ungkapnya. Misalnya, sebuah dress di mal dibanderol Rp 300 ribu, di Sale Stock dijual hanya Rp 100-an ribu. Kok bisa?

Kami mengambil margin tipis,” tutur Lingga. “Misi kami mendobrak status quo dunia fashion. Sale Stock menggunakan prinsip cost-leadership untuk menyediakan baju berkualitas dengan harga jujur dan bebas biaya pengiriman untuk semua wanita di Indonesia,” papar kelahiran 29 Januari 1982 ini. Pengiriman sampai Papua pun tetap tanpa biaya dengan harga yang sama seperti yang berlaku untuk konsumen Jakarta dan kota-kota lainnya. “Kami fokus menyediakan baju berkualitas tinggi dan terjangkau untuk semua orang Indonesia dengan pelayanan dan teknologi yang baik,” Lingga menandaskan.

Hanya dalam tempo setahun, Sale Stock telah menjadi bagian dari salah satu tech startup di bidang fashion mobile commerce dengan perkembangan luar biasa. Saat ini Sale Stock telah mencapai engagement rate lebih dari 50% melalui Facebook dan mendapatkan 10.000 positive reviews dari pelanggan. Ya, ratusan item produk fashion bisa diintip di www.salestock.co.id. Harganya fantastis.

Produknya sangat variatif, up to date, dan tentu harganya sesuai dengan kantong anak SMA. Juga, mudah mengaksesnya,” ungkap fashion blogger Anggraeni Vetty. Menurutnya, untuk tampil chic dan stylish tidak membutuhkan bujet besar. “Dengan kreativitas memadu-padankan pakaian, siapa pun dapat tampil cantik,” ungkap Vetty saat acara Sale Stock 1st Anniversary Gala Dinner di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan.

Diakui Lingga, pertumbuhan Sale Stock memang luar biasa. “Kenaikannya 100 kali lipat,” katanya tanpa bersedia menyebut angka pastinya. Awalnya, ia hanya dibantu lima karyawan. Bahkan, dengan modal minim, ia dan istrinya terjun langsung mengepak barang-barang pesanan kemudian mengirimkannya lewat jasa kurir. Saat ini, karyawan Sale Stock lebih dari 300 orang. Sale Stock yang setahun lalu dijalankan dari garasi rumah Lingga, kini memiliki enam kantor yang tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Singapura, serta satu gudang. Ia juga memiliki lebih dari 50 mitra bisnis yang terdiri dari para pemasok dan konveksi, baik kelas UKM maupun garmen besar. Sayang, Lingga tidak mau menyebutkan siapa saja mitra bisnisnya. “Tidak enaklah,” demikian dalihnya.

Yang pasti, menurut dia, Sale Stock kini menjadi rumah berkarya tak hanya bagi orang di Indonesia, tetapi juga orang-orang dari Jerman, AS, dan masih banyak lagi. “Mereka pernah bekerja di perusahaan teknologi besar seperti Facebook, Yahoo, Apple dan Sony,” ujarnya. Salah satunya, Stanislaus MC Tandelilin. Lulusan UGM ini memilih meninggalkan kariernya yang cemerlang di sebuah bank swasta papan atas. “Saya merasa terpanggil untuk ikut serta mendobrak status quo fashion,” ucap co-founder sekaligus Chief Operational Officer Sale Stock itu. Sekarang Sale Stock juga diperkuat oleh Ivan Samuel Heydemans dan Listiarso Wastuargo.

Didukung tim yang solid, tutur Lingga, Sale Stock fokus sebagai sebuah startup mobile-commerce yang menerapkan prinsip cost-leadership dan memanfaatkan kekuatan media sosial. “Sale Stock menghilangkan perantara, memotong biaya overhead, dan fokus berjualan secara online. Kami meminimalkan biaya dan menyimpan semua keuntungan ini untuk pelanggan kami. Dengan prinsip ini, kami dapat menawarkan harga jujur,” ungkapnya. Hal senada diakui Yurika, mahasiswi jurusan komunikasi sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. “Kualitasnya bagus dan harganya murah meriah,” ujarnya.

Ariza menuturkan, cikal bakal Sale Stock dimulai ketika ia melahirkan anak pertama, Soraya, pada September 2013. “Ketika itu, berat badan saya naik dari 45 kg ke 70 kg lebih dan hampir semua baju yang ada di lemari saya menjadi tidak muat. Alhasil, saya punya satu lemari penuh baju yang tidak bisa dipakai,” paparnya. Kemudian ia mencoba “cuci gudang”. Mulai dari situs-situs gratisan seperti TokoBagus, Berniaga, Bukalapak, Kaskus, hingga grup barang bekas (pre-loved) di Facebook.

Lingga lantas mengusulkan untuk membuka Fans Page Sale Stock di Facebook. Tak hanya baju-bajunya, ia juga menjual produk fashion yang ia beli di mal saat diskon besar-besaran, untuk dijual di Facebook Page. Termasuk, gendongan bayi, kain batik, baju cowok, celana bayi dan sabun. Lingga yang waktu itu tengah merentas karier sebagai Direktur di Surya Center for Financial Literacy, Surya University, ikut membantu. “Ternyata, justru produk fashion yang laku. Akhirnya, fokus di situ,” tutur Ariza, kelahiran 2 Agustus 1985.

Pada Mei 2014, Ariza dibantu Lingga memutuskan hanya fokus di bisnis fashion online dengan meluncurkan Sale Stock Tangerang. “Kami bekerja di malam hari setelah jam kantor dan Sabtu-Minggu. Lelah rasanya, tetapi entah kenapa sangat menyenangkan. Selalu ada alasan untuk bangun di pagi hari, mengecek pesanan di handphone saya,” cerita Ariza. Dari 1-3 paket/hari kemudian bisa mengirimkan 30-40 paket/hari. Mereka juga kemudain membuka lapangan pekerjaan bagi delapan karyawan.

Seiring dengan perkembangan Sale Stock Tangerang, mereka kemudian meninggalkan posisi mapan dan karier cemerlang di perusahaan. September tahun lalu, Lingga dan Ariza memutuskan fokus dan full time membangun Sale Stock Tengerang yang kemudian diubah menjadi Sale Stock Indonesia. “Ini menunjukkan komitmen kami untuk melayani permintaan pelanggan di seluruh Indonesia,” katanya. Harapan mereka, Sale Stock bisa menjadi pemain nomor satu di niche fast fashion: baju cantik, kualitas butik, dan harga pabrik.(*)

Henni T. Soelaeman

The post Sale Stock Tekad Mendobrak Status Quo Bisnis Fashion appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Jurus Evrawood Melenggang di Bisnis Fashion

$
0
0
Evrawood

Tas kasual dengan label Evrawood mulai mencuri perhatian kalangan fashionista, terutama para profesional muda. Pasalnya, Evrawood bisa memenuhi kebutuhan mereka yang ingin bergaya kasual di mana pun mereka berada. Mengusung konsep gaya hidup urban yang kasual, Evrawood bisa dipakai untuk ke kantor, hangout, ke tempat gym, bahkan futsal. “Evrawood ingin memenuhi kebutuhan orang yang bergaya kasual dan tetap berpenampilan kasual meski banyak melakukan aktivitas. Setelah kerja mau ke mal, ke tempat gym, futsal, bisa tetap memakai Evrawood,” ungkap Wahyu Adji Setiawan, CEO PT Evrawood Paraja Modatama.

Wahyu Adji Setiawan

Wahyu Adji Setiawan, CEO PT Evrawood Paraja Modatama

Tak hanya pasar dalam negeri, Evrawood juga memincut pasar luar negeri. Bahkan, justru pasar luar negeri yang lebih banyak menyerap produk berdesain timeless ini. Dituturkan Adji, sapaan akrab sang CEO, dengan kapasitas produksi mencapai 1.000 unit tas per bulan, 70% dilempar ke mancanegara seperti Singapura, Malaysia, Belanda dan Jerman. Sisanya baru untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Di Indonesia, produk Evrawood yang membidik pasar perkotaan dengan rentang usia 25-35 tahun dijual mulai dari Rp 400 ribu. Untuk pasar luar negeri, harga jualnya Rp1,8-2,5 juta.

Untuk memperluas pasar dalam negeri, Evrawood akan membuka gerai di 15 kota besar di Indonesia. Selain itu, ekspansi produk telah pula disiapkan dengan membuat produk turunan dari Evrawood, mulai dari sepatu, T-shirt, kemeja, celana, dan lainnya. “Mimpi kami adalah menjadikan Evrawood perusahaan fashion terkemuka, baik tingkat nasional maupun internasional,” ungkap Adji, yang tahun ini menginjak usia 29 tahun.

Evrawood dipasarkan lewat dua jalur: online dan offline. Untuk online, Evrawood mempunyai situs web dan program affiliate. “Kami memasukkan barang di beberapa marketplace dan e-commerce seperti Lazada, Blibli.com. Kami juga menggunakan media sosial secara intensif seperti Twitter,” katanya. Untuk pemasaran offline, Evrawood didistribusikan ke department store dan mengisi berbagai pameran di kota-kota besar di Indonesia.

Cikal bakal Evrawood adalah pergulatan seorang Adji yang mengasah jiwa bisnisnya sejak masih SMA. Ketika itu, ia menjual barang fashion di Bandung seperti kaus, celana ataupun tas kepada teman-teman sekolah. Memasuki kuliah di Universitas Negeri Surabaya, jiwa kewirausahaannya semakin menggebu. Tawaran dari senior di Badan Eksekutif Mahasiswa untuk menjadi koordinator di bidang kewirausahaan langsung disabetnya. Tahun berikutnya, Adji ikut tender pengadaan 1.200 kaus untuk mahasiswa baru.

Ketika saya menang, masalah pertama muncul: mau buat kaus di mana?” tuturnya. Yellow Pages menjadi panduannya. Setelah menemukan salah satu konveksi besar di Surabaya, muncul masalah kedua. “Uang yang saya miliki tidak cukup untuk membayar DP konveksi sebesar 50%, sedangkan dari kampus hanya 30%,” katanya mengenang. Setelah negosiasi panjang, dia mampu menyakinkan pihak konveksi dengan meninggalkan KTP. Dari order pertama itu, ia mulai berbisnis konveksi dengan orderan jaket kelas, kaus olahraga, dan lain-lain.

Tahun 2006, ia mendapat order membuat 200 tas seminar dari dosennya. Diberi tenggat (batas waktu) satu minggu, dia menggandeng para perajin di Tanggulangin, Sidoarjo. Order pertama ini membuka pintu baginya memperoleh penawaran dari banyak perusahaan di Surabaya untuk membuat tas perusahaan, tas travel haji, dan lainnya.

EvrawoodPilihan menjadi produsen tas kemudian mengelitiknya membesut merek sendiri dengan desain sendiri pula. “Saya membuat konsep dan mengumpulkan calon pembeli,” tuturnya. Tahun 2010, ia pun meluncurkan tas dengan merek Ortiz. Pada tahun yang sama, ia juga mendapat order dan mendistribusikan ke Singapura dan Malaysia dengan standar internasional. Ia mengantongi kontrak 6 ribu tas dalam satu tahun.

Sayang, badai datang tiba-tiba. Pertengahan 2010, ia mendapat somasi dari pemilik merek sah Ortiz, salah satu perusahaan fashion besar dari Spanyol. Dalam somasinya itu, salah satunya adalah perintah untuk menarik produk dalam waktu dua bulan. Jika tidak ditarik, hendak diberi sanksi berupa denda sebesar Rp 7 miliar. “Mau tidak mau, kami harus menarik semua produk kami dan membayar denda ke distributor sebesar Rp 600 juta karena tidak bisa mendistribusikan sesuai dengan kontrak selama satu tahun,” paparnya.

Adji sempat berhenti dua bulan karena tagihan berdatangan dari vendor dan pemasok. Dengan itikad baik, dia memberanikan diri mendatangi satu per satu vendor dan pemasok bahan. “Mereka memercayai kami untuk membayar mundur dan memberikan pinjaman kepada kami berupa bahan untuk produksi kembali.” katanya.

Kepercayaan inilah yang melecutnya untuk membangun kembali usaha setahun setelah mendapat somasi. Bermodal Rp 12,5 juta, Adji membesut label Evrawood yang langsung dipatenkan. Ia juga mengumpulkan tim baru yang berpengalaman dan sesuai dengan renjana (passion). Bidang tas tetap dipilihnya karena ia melihat permintaan semakin tinggi. Dari hasil riset perusahaannya, Adjie memperkirakan, tahun 2020 pembelian tas kelas menengah di Indonesia mencapai Rp 5,5 triliun. “Dan, secara sederhana, bisa dilihat perkembangan merek-merek tas luar negeri yang berumur hingga ratusan tahun,” ungkapnya.

Dengan desain dan kualitas yang bagus, Evrawood pun melenggang ke Singapura dan Belanda. Pemesanan perdana ini membuat Adji makin terpacu membangun Evrawood. Apalagi, menurutnya, produknya disejajarkan dengan produk dari Eropa. Kepercayaan ini juga mendorongnya makin berinovasi, baik dari segi kualitas maupun desain. “Produk kami juga unggul di kualitas dan harga yang lebih murah dibanding produk Eropa. Itu yang membuat kami bertahan dan ada pemesanan kembali,” katanya.

Pemilihan bahan baku seperti kain, aksesori, kulit, dan lainnya, termasuk proses cutting dengan pola yang sudah ada, dikerjakan di workshop-nya. Sementara untuk produksi, ia menggandeng beberapa perajin kecil untuk pengerjaan ringan seperti pengeleman, menempel dan penjahitan sederhana. Sementara proses finishing atau penjahitan besar dilakukan di workshop. “Sehingga, kualitas produk kami tetap terjaga,” imbuhnya.

Sejalan ekspansi Evrawood, Adji menggandeng mitra bisnis yang memiliki renjana yang sama dengannya. Tahun 2012, masuk Veldi Mahartriasa. Tahun ini, Cristian Paulus ikut memperkuat tim manajemen Evrawood. “Saya dan partner adalah ahli di bidang masing-masing. Jadi, untuk pembagian tugas, kami sudah ada posnya masing-masing,” ucapnya.

Agar bisa bersaing, Evrawood melakukan tiga riset: pasar ke depan, konsumen, dan kompetitor. “Ini kami lakukan agar selalu menyesuaikan produk dengan kebutuhan konsumen. Jadi, kami membuat produk yang sangat dibutuhkan konsumen yang sesuai dengan fungsinya,” Adji menjelaskan. Untuk perluasan pasar, ia tengah menjajaki penambahan mitra di saluran distribusi offline seperti department store Sogo, Centro dan Metro. “Untuk proses jangka panjang, kami akan membuat store Evrawood sendiri di beberapa mal di berbagai kota di Indonesia,” kata Adji yang memayungi 11 karyawan tetap dan 27 karyawan lepas.

Ke depan, dia mencanangkan Evrawood menjadi perusahaan fashion terkemuka di ranah nasional ataupun internasional. “Kami akan mengembangkan produk fashion lainnya dalam jangka panjang seperti baju, celana dan sepatu. Kami pun sedang menyiapkan ekspansi ke pasar internasional yang lebih luas lagi. Tentunya kami optimistis, Evrawood akan menjadi perusahaan fashion yang terkemuka di nasional ataupun internasional,” ia menerangkan.

Bergerak di industri fashion yang dinamis, dalam kacamata pengamat bisnis Rahma Gafni, produk Evrawood harus bisa mempertahankan kualitas, terutama bahan baku, desain dan pengerjaan produknya. “Tak kalah penting yaitu inovasi yang didukung teknologi mutakhir untuk mempertahankan kepercayaan pasar dalam menggunakan produk Evrawood,” ucap Rahma, yang juga Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga.

Peluang dan prospek bisnis Evrawood, menurutnya, sangat bagus ke depan. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar bisa dijadikan pangsa pasar yang cukup tinggi untuk domestik. Begitu pun pangsa pasar internasional sejalan dengan berlakunya MEA tahun 2015 ini. “Evrawood harus sudah siap menghadapi persaingan global, harus banyak belajar dari produk luar yang menjadi tren, yang sangat luar biasa mendapatkan kepercayaan dari konsumennya. Kita punya bahan baku yang tak kalah bagus dari merek-merek dunia,” ungkapnya.

Untuk itu, Rahma menyarankan agar Evrawood jangan pernah berhenti menciptakan desain baru yang sesuai dengan tren dunia dan kebutuhan konsumen. “Serta, belajarlah dari negara yang bisa mematenkan produknya untuk bisa berkompetisi dengan baik. Perkuatlah dengan SDM yang terampil, tetap menjaga mutu, dan harga yang sesuai dengan pasar. Kemudian, yang paling penting, harus didukung dengan inovasi dan teknologi yang mutakhir,” paparnya.

Henni T. Soelaeman dan Tiffany Diahnisa

The post Jurus Evrawood Melenggang di Bisnis Fashion appeared first on Indonesia Youngster Inc..


Sale Stock Tekad Mendobrak Status Quo Bisnis Fashion

$
0
0
Ariza Novianti Founder Sale Stock Indonesia dan Lingga Madu, Founder & CEO of Sale Stock Indonesia, Youngters Edisi22 2015

Buy one get one free. Great Sale Up to 70%. Beli 2 dapat 3. Midnight SaleDiskon hingga 95% + Gratis Voucher Rp100.000. Late Night Super SaleDiskon 70% + 20% Expired. Berbagai diskon menggiurkan tersebut terpampang di hampir semua department store menjelang Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Bahkan, satu dept. store besar kerap memberikan diskon gila-gilaan hampir di setiap akhir pekan yang dipromosikan di media-media besar Ibu Kota.

Ariza Novianti & Lingga Madu

Ariza Novianti & Lingga Madu, Founder & CEO of Sale Stock Indonesia

Diskon besar-besaran yang ditawarkan pusat perbelanjaan jelas menjadi magnet bagi konsumen untuk belanja. Apalagi, buat para perempuan yang senang belanja seperti Ninin. Ibu tiga putra ini mengaku senang berbelanja saat pusat pebelanjaan mengadakan diskon besar-besaran. “Saya bisa kalap,” ujarnya sembari tertawa. Ia memanfaatkan diskon besar-besaran itu dengan membeli banyak baju untuk keluarganya.

Begitu juga Dini Nizar. Ia selalu memanfaatkan diskon besar-besaran untuk belanja berbagai keperluan, terutama aneka fashion. “Saya bisa borong pakaian branded yang kalau tidak diskon harganya minta ampun mahal sekali,” ungkapnya. Tak mengherankan, perempuan yang masih lajang ini memuaskan dahaga akan pakaian branded di mal-mal papan atas yang menggelar diskon. “Saya tak pernah melewatkan midnight sale. Barang-barangnya bagus dan harganya terjangkau kantong saya,” ucap Dini sambil tertawa.

Siapa sih yang tidak suka diskon? Apalagi, untuk produk branded. Namun, tidak bagi Lingga Madu. Ia justru prihatin dan marah. “Promosi lewat diskon memang lumrah. Tetapi kalau sudah banting-banting harga, wah saya bingung kok begini ya cara berjualan,” kata Lingga. Keprihatinan melihat fenomena diskon besar-besaran yang menjadi trik peritel modern untuk menggaet konsumen ini menggelitiknya untuk mencari tahu harga riil produk yang didiskon itu. “Tak mungkin kan jual rugi. Pasti tetap ada untung meski sudah diobral habis,” katanya.

Bersama sang istri, Ariza Novianti, ia pun bergerilya mencari tahu harga produk fashion tersebut. Mereka berkeliling ke berbagai konveksi, mulai dari skala UKM sampai konveksi besar, bahkan pabrik yang mengerjakan pesanan merek-merek terkenal. Dari gerilya ini, Lingga lalu memutuskan melakukan gebrakan. “Saya pikir harus do something,” ujarnya.

Menurutnya, fashion harus bisa menyentuh dan dinikmati semua orang. Ingin berkontribusi pada industri fashion Indonesia, ia kemudian membesut Sale Stock Indonesia pada ujung 2014. “Saya ingin menawarkan harga fashion yang murah sehingga semua perempuan Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, merasakan dan bisa menikmati fashion yang sama. Wanita-wanita di Papua pun bisa seperti sosialita di Jakarta,” kata Lingga, lulusan S-1 Informatika dan Multi Media, Univesitas Kristen Duta Wacana, dan MBA dari Universitas Gadjah Mada (UGM), keduanya di Yogyakarta.

Lewat Sale Stock, Lingga terobsesi menyediakan baju berkualitas tinggi dan terjangkau untuk semua perempuan Indonesia. Jangan heran, Sale Stock mengusung slogan citra: Baju cantik, kualitas mal, harga jujur. “Sale Stock bisa memberikan lebih dari separuh harga dengan barang yang sama yang dijual di mal,” ungkapnya. Misalnya, sebuah dress di mal dibanderol Rp 300 ribu, di Sale Stock dijual hanya Rp 100-an ribu. Kok bisa?

Kami mengambil margin tipis,” tutur Lingga. “Misi kami mendobrak status quo dunia fashion. Sale Stock menggunakan prinsip cost-leadership untuk menyediakan baju berkualitas dengan harga jujur dan bebas biaya pengiriman untuk semua wanita di Indonesia,” papar kelahiran 29 Januari 1982 ini. Pengiriman sampai Papua pun tetap tanpa biaya dengan harga yang sama seperti yang berlaku untuk konsumen Jakarta dan kota-kota lainnya. “Kami fokus menyediakan baju berkualitas tinggi dan terjangkau untuk semua orang Indonesia dengan pelayanan dan teknologi yang baik,” Lingga menandaskan.

Hanya dalam tempo setahun, Sale Stock telah menjadi bagian dari salah satu tech startup di bidang fashion mobile commerce dengan perkembangan luar biasa. Saat ini Sale Stock telah mencapai engagement rate lebih dari 50% melalui Facebook dan mendapatkan 10.000 positive reviews dari pelanggan. Ya, ratusan item produk fashion bisa diintip di www.salestock.co.id. Harganya fantastis.

Produknya sangat variatif, up to date, dan tentu harganya sesuai dengan kantong anak SMA. Juga, mudah mengaksesnya,” ungkap fashion blogger Anggraeni Vetty. Menurutnya, untuk tampil chic dan stylish tidak membutuhkan bujet besar. “Dengan kreativitas memadu-padankan pakaian, siapa pun dapat tampil cantik,” ungkap Vetty saat acara Sale Stock 1st Anniversary Gala Dinner di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan.

Diakui Lingga, pertumbuhan Sale Stock memang luar biasa. “Kenaikannya 100 kali lipat,” katanya tanpa bersedia menyebut angka pastinya. Awalnya, ia hanya dibantu lima karyawan. Bahkan, dengan modal minim, ia dan istrinya terjun langsung mengepak barang-barang pesanan kemudian mengirimkannya lewat jasa kurir. Saat ini, karyawan Sale Stock lebih dari 300 orang. Sale Stock yang setahun lalu dijalankan dari garasi rumah Lingga, kini memiliki enam kantor yang tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Singapura, serta satu gudang. Ia juga memiliki lebih dari 50 mitra bisnis yang terdiri dari para pemasok dan konveksi, baik kelas UKM maupun garmen besar. Sayang, Lingga tidak mau menyebutkan siapa saja mitra bisnisnya. “Tidak enaklah,” demikian dalihnya.

Yang pasti, menurut dia, Sale Stock kini menjadi rumah berkarya tak hanya bagi orang di Indonesia, tetapi juga orang-orang dari Jerman, AS, dan masih banyak lagi. “Mereka pernah bekerja di perusahaan teknologi besar seperti Facebook, Yahoo, Apple dan Sony,” ujarnya. Salah satunya, Stanislaus MC Tandelilin. Lulusan UGM ini memilih meninggalkan kariernya yang cemerlang di sebuah bank swasta papan atas. “Saya merasa terpanggil untuk ikut serta mendobrak status quo fashion,” ucap co-founder sekaligus Chief Operational Officer Sale Stock itu. Sekarang Sale Stock juga diperkuat oleh Ivan Samuel Heydemans dan Listiarso Wastuargo.

Didukung tim yang solid, tutur Lingga, Sale Stock fokus sebagai sebuah startup mobile-commerce yang menerapkan prinsip cost-leadership dan memanfaatkan kekuatan media sosial. “Sale Stock menghilangkan perantara, memotong biaya overhead, dan fokus berjualan secara online. Kami meminimalkan biaya dan menyimpan semua keuntungan ini untuk pelanggan kami. Dengan prinsip ini, kami dapat menawarkan harga jujur,” ungkapnya. Hal senada diakui Yurika, mahasiswi jurusan komunikasi sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. “Kualitasnya bagus dan harganya murah meriah,” ujarnya.

Ariza menuturkan, cikal bakal Sale Stock dimulai ketika ia melahirkan anak pertama, Soraya, pada September 2013. “Ketika itu, berat badan saya naik dari 45 kg ke 70 kg lebih dan hampir semua baju yang ada di lemari saya menjadi tidak muat. Alhasil, saya punya satu lemari penuh baju yang tidak bisa dipakai,” paparnya. Kemudian ia mencoba “cuci gudang”. Mulai dari situs-situs gratisan seperti TokoBagus, Berniaga, Bukalapak, Kaskus, hingga grup barang bekas (pre-loved) di Facebook.

Lingga lantas mengusulkan untuk membuka Fans Page Sale Stock di Facebook. Tak hanya baju-bajunya, ia juga menjual produk fashion yang ia beli di mal saat diskon besar-besaran, untuk dijual di Facebook Page. Termasuk, gendongan bayi, kain batik, baju cowok, celana bayi dan sabun. Lingga yang waktu itu tengah merentas karier sebagai Direktur di Surya Center for Financial Literacy, Surya University, ikut membantu. “Ternyata, justru produk fashion yang laku. Akhirnya, fokus di situ,” tutur Ariza, kelahiran 2 Agustus 1985.

Pada Mei 2014, Ariza dibantu Lingga memutuskan hanya fokus di bisnis fashion online dengan meluncurkan Sale Stock Tangerang. “Kami bekerja di malam hari setelah jam kantor dan Sabtu-Minggu. Lelah rasanya, tetapi entah kenapa sangat menyenangkan. Selalu ada alasan untuk bangun di pagi hari, mengecek pesanan di handphone saya,” cerita Ariza. Dari 1-3 paket/hari kemudian bisa mengirimkan 30-40 paket/hari. Mereka juga kemudain membuka lapangan pekerjaan bagi delapan karyawan.

Seiring dengan perkembangan Sale Stock Tangerang, mereka kemudian meninggalkan posisi mapan dan karier cemerlang di perusahaan. September tahun lalu, Lingga dan Ariza memutuskan fokus dan full time membangun Sale Stock Tengerang yang kemudian diubah menjadi Sale Stock Indonesia. “Ini menunjukkan komitmen kami untuk melayani permintaan pelanggan di seluruh Indonesia,” katanya. Harapan mereka, Sale Stock bisa menjadi pemain nomor satu di niche fast fashion: baju cantik, kualitas butik, dan harga pabrik.(*)

Henni T. Soelaeman

The post Sale Stock Tekad Mendobrak Status Quo Bisnis Fashion appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Haris Susanto, Sang Penerus Ambarukmo

$
0
0
Haris Susanto

Sejak 4 Juli 2015, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-22, keseharian dan aktivitas Haris Susanto berubah total. Sesuai dengan mandat yang diberikan ayahnya, Tjia Edy Susanto, di pundaknya kini ada tanggung jawab untuk menjalankan roda bisnis PT Putra Mataram Mitra Sejahtera yang mengelola Plaza Ambarukmo dan PT Mataram Indah Wisata yang mengelola Hotel Royal Ambarukmo. Plaza Ambarukmo atau populer disebut Amplaz adalah salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Yogyakarta yang beroperasi sejak 2007. Adapun Royal Ambarukmo, juga di Yogya, adalah hotel bintang lima yang cukup moncer.

Haris Susanto

Haris Susanto, direktur pengelola Hotel Royal Ambarukmo & Plaza Ambarukmo

Dalam susunan direksi, Haris memang bukan orang nomor satu di kedua perusahaan tersebut. Ia masih berada di level direktur pengelola. Di atasnya masih ada posisi presiden direktur yang dipegang Tjia Edy Susanto. Namun, praktiknya, ia memegang kendali penuh di kedua perusahaan tersebut. Haris mengaku tidak menduga, ia akan secepat itu mendapatkan kepercayaan dari sang ayah. “Saya sendiri sebenarnya masih ingin melanjutkan pendidikan hingga jenjang S-2 di Australia sambil mencari pengalaman kerja di perusahaan asing,” ungkapnya. Namun, ia harus rela melepas keinginanya itu karena keburu dipanggil pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan di Churtin University, Perth.

Gelar sarjana keuangan dan manajemen tinggi yang disandangnya ternyata masih belum dianggap cukup menjadi bekal bagi Haris untuk menjalankan bisnis yang dirintis ayahnya. Namun, menurut ayahnya, modal yang dianggap urgen adalah kemampuan berkomunikasi dengan bahasa Mandarin yang menjadi salah satu bahasa yang wajib dikuasai untuk sukses dalam berbisnis. “Saya diminta mendalami bahasa Mandarin di Taiwan,” kata anak sulung dari tiga bersaudara ini. Ia membutuhkan waktu sekitar setahun untuk menguasai bahasa Mandarin.

Kembali dari Taiwan, ia langsung mendapat mandat menjalankan bisnis keluarga. Satu hal yang membuatnya terkejut, ternyata ia diminta sekaligus mengelola dua perusahaan. “Saya kira saya diminta fokus untuk memegang mal saja, tetapi ternyata diminta memegang hotel sekaligus,” kata lajang berkaca mata ini.

Haris sadar betul bahwa kepercayaan yang diberikan pemilik perusahaan kepadanya harus dipertanggungjawabkan. Sebagai generasi penerus, ia harus bisa membawa perusahaan yang dinakhodainya semakin moncer. Karena itulah, ia telah menyiapkan strategi khusus untuk membawa Amplaz dan Royal Ambarukmo melesat jauh ke depan. “Saya akan merasa malu dan terbebani bila tidak bisa membawa perusahaan ini berkembang, “ ungkapnya.

Saat ini, Haris sedang memperkuat positioning kedua perusahaan itu. Untuk hotel, ia berusaha menjadikan Royal Ambarukmo menjadi hotel favorit untuk menginap ataupun kegiatan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE). Ia yakin dengan berbagai keunggulannya, hotel ini memiliki daya tarik yang tak dimiliki hotel dengan kelas yang sama yang ada di Yogya. Selain lokasinya yang strategis, Royal Ambarukmo merupakan hotel heritage yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung, mulai dari ruang meeting yang representatif untuk kegiatan meeting berskala nasional dan international, juga ada Amplaz. Selain itu, ada pula pendopo yang merupakan peninggalan sejarah Keraton Yogya. ”Kelebihan kami, ada mal yang berada dalam satu lokasi,” ujar Haris.

Haris SusantoKetika Haris resmi masuk di jajaran manajemen, kondisi bisnis hotel bisa dibilang lesu karena pengaruh peraturan pemerintah yang membatasi kegiatan meeting di hotel. “Tamu yang datang masih sangat sedikit,” ungkapnya. Sebulan setelah Haris memegang kendali, pertumbuhan Royal Ambarukmo semakin membaik ditandai tingkat okupansi yang terus naik. Sebelumnya hanya berada di kisaran 50%, kini sudah di level 70%.

Sementara untuk meningkatkan kinerja Amplaz, Haris melakukan berbagai inovasi. Pertama, repositioning terhadap target pasar. Selama ini, Amplaz diposisikan sebagai mal untuk keluarga. Tahun depan, bukan hanya keluarga yang dibidik, tetapi juga remaja. “Kami mulai menggarap pasar remaja yang market-nya sangat besar,” katanya tandas. Bahkan, untuk membuat bisnis ritelnya makin eksis di tengah persaingan yang kian ketat, Haris menugaskan Surya Ananta yang selama ini menjabat sebagai GM Plaza Ambarukmo untuk studi banding ke beberapa negera seperti Singapura, Malaysia, China dan Hong Kong. Dari hasil studi banding tersebut diharapkan ada hal-hal baru yang bisa diaplikasikan di Amplaz.

Dengan konsep baru itu, Amplaz kini terus berbenah agar tampil dalam nuansa baru. Bukan cuma memperhatikan penampilan fisik gedung, tetapi juga produk-produk yang dijual para tenant diharapkan memenuhi kebutuhan untuk keluarga dan remaja. Buah kesuksesannya, mal dengan 250-an tenant ini, berdasarkan riset Indonesia Original Brand (IOB) yang dilakukan SWA belum lama ini, menduduki peringkat pertama. Artinya, Amplaz mendapat apresiasi bagus dari konsumennya. Haris bahkan sudah menyiapkan pengembangan brand Amplaz dan Royal Ambarukmo ke kota-kota lain. Kalau tak ada aral melintang, dalam lima tahun ke depan, Royal Ambarukmo bisa hadir di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. “Banyak kota di Nusantara yang potensial untuk bisnis hotel. Saat ini, kami sedang menyiapkan SDM untuk menggarap pasar di luar Yogya,” ungkap Haris.

Di kalangan karyawan Amplaz, Haris sebenarnya bukan sosok yang asing lagi. Sejak masih remaja, Haris sudah biasa bermain di pusat perbelanjaan yang didirikan ayahnya. Dari sinilah, ia mulai tertarik pada dunia bisnis pusat berbelanjaan. “Mungkin karena melihat saya senang pada mal, suatu saat Bapak saya pernah bilang bahwa nantinya saya akan diberi tugas untuk mengelolanya,” tutur Haris. Dan, ia bersyukur mendapat kepercayaan dari ayahnya untuk menjadi pengelola hotel dan pusat perbelanjaan tersebut. Ia juga tak menyesal tidak kuliah hingga meraih gelar S-2. “Saya beruntung ketika teman-teman lain masih sibuk kuliah, saya sudah praktik bisnis secara langsung,” ujarnya.

Sementara itu, Tjia Edy Susanto mengungkapkan, ia sengaja melibatkan anaknya untuk belajar mengelola manajemen perusahaan sejak dini. “Semakin cepat akan semakin banyak belajar dan akan banyak pengalaman yang tidak bisa didapatkan di bangku kuliah. Ini bagian dari proses regenerasi, semakin cepat praktik kerja akan semakin matang,” katanya.

Haris sendiri kemudian paham mengapa ia diminta secepatnya terjun ke bisnis secara langsung. Ia baru merasakan betapa kompleksnya permasalahan yang dihadapi seorang pebisnis. Meskipun tiap hari masuk kerja resmi dari pagi sampai sore, ia merasa masih belum cukup. Karena itulah, ia sering banyak berada di mal ataupun hotel hingga larut malam. “Saya banyak mengamati perilaku konsumen agar kami paham apa yang sebenarnya mereka butuhkan,” ujar Haris yang mengaku ketika pertama kali masuk kerja sempat grogi. Apalagi, saat harus memberikan sambutan di depan ratusan karyawan, mulai dari level bawah sampai atas. “Saya sempat demam panggung, bingung mau ngomong apa padahal semua sudah saya siapkan secara tertulis, “ katanya mengenang.

Menurut Haris, salah satu kunci keberhasilan bisnis hospitality adalah layanan. Maka, ia berusaha menjalin komunikasi dengan pelanggan yang datang ke hotelnya. Dari komunikasi inilah, ia mendapatkan banyak masukan dan bisa terjalin hubungan akrab sehingga kelak mereka menjadi pelanggan loyal. “Menyapa konsumen kelihatannya hanya sepele tetapi memiliki pengaruh yang besar karena mereka merasa menjadi tamu yang dihargai,” ujarnya menegaskan.

Bagi Erny Kusmastuty yang menjabat sebagai GM Royal Ambarukmo, Haris adalah sosok pemimpin yang visioner. Walau dari sisi usia masih sangat muda, pikirannya sudah cukup dewasa. Menurutnya, Haris juga sosok pemimpin yang rendah hati, dan selalu menghargai ide-ide yang muncul dari bawah. Setiap kali ada permasalahan, selalu dicari sumber masalahnya dan ditemukan jalan keluar terbaik. “Setiap keputusan yang diambil, selalu meminta pertimbangan kami,” kata Erny. Ia merasa yakin, dengan kehadiran Haris di jajaran manajemen, Hotel Royal Ambarukmo tidak hanya akan mampu bertahan di tengah persaingan hotel yang makin sengit di Yogya, tetapi juga akan berkembang lebih besar lagi.

Hal senada diungkapkan Surya Ananta. Menurutnya, Haris tak pernah memaksakan sebuah ide untuk diaplikasikan secara langsung. Ia selalu membicarakan dengan staf. Kalaupun idenya tak bisa diterima berdasarkan pertimbangan yang masuk akal, Haris bisa menerima. “Sebagai contoh, untuk persiapan tahun baru, Pak Haris mengusulkan untuk menghadirkan seorang artis, tetapi kami tidak setuju dengan pertimbangan ini dan itu yang berkaitan dengan visi-misi mal atau target market kami, beliau pun bisa menerima,” kata Surya.

Menurut Surya, kehadiran Haris telah memberikan suasana baru yang memberikan dampak positif untuk pengembangan Amplaz ke depan. Salah satu idenya adalah menambah target pasar yang tidak hanya terfokus pada keluarga. “Pak Haris yang memiliki ide untuk fokus menggarap remaja yang merupakan aset market yang bagus,” imbuhnya. Masih menurut Surya, Haris juga memiliki konsep agar Amplaz tetap menjadi trendsetter bisnis mal, tidak hanya di Jawa Tengah dan Yogya, tetapi juga di Indonesia.(*)

 

Gigin W. Utomo dan Henni T. Soelaeman

The post Haris Susanto, Sang Penerus Ambarukmo appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Sang Dokter yang Cari Duit dari Cuci Sepatu

$
0
0

Aktivitas mencuci sepatu yang oleh banyak orang dianggap kegiatan sepele ternyata bisa dipoles menjadi bisnis menggiurkan. Dengan kreativitasnya, Tirta Mandira Hudi berhasil membesut bisnis cuci dan rawat sepatu Shoes and Care (SAC), serta membuka cabang dan kemitraan di berbagai kota besar di Indonesia. Hebatnya lagi, semua itu dilakukan sambil kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tirta Mandira Hudi

Tirta Mandira Hudi, pemilik usaha bisnis cuci dan rawat sepatu Shoes and Care

Anak muda kelahiran Surakarta, 30 Juli 1991, yang lulus FK UGM pada 2015 itu, mengawali bisnisnya secara tak sengaja. Ceritanya, pria yang hobi mengoleksi sepatu itu membeli sebuah cairan pembersih sepatu premium bermerek Jason Mark, langsung dari luar negeri, seharga Rp 400 ribu per botol. Belakangan, dia merasa harga sebesar itu plus ongkos kirimnya terlalu mahal. Tirta pun menawarkan kepada teman-temannya sesama kolektor sepatu untuk menggunakan produk pembersih itu. Syaratnya: mereka bersedia menanggung sebagian harga belinya. Gayung bersambut, teman-temannya bersedia patungan menggunakan produk pembersih itu.

Saat itu, terbersit di pikiran Tirta untuk mengomersialkan jasanya tersebut. Namun, ia tengah disibukkan praktik di berbagai rumah sakit sebagai syarat kelulusannya. Alhasil, dia memendam dulu niat bisnisnya. Beberapa waktu kemudian, ide berbisnis poles sepatu kembali bersinar di benak Tirta, tepatnya saat Gunung Kelud meletus. Ketika itu, seluruh sepatunya di tempat kos dan sepatu mahasiswa penghuni kos lainnya, terbungkus debu vulkanik yang cukup tebal. Nah, saat Tirta mencuci sepatu-sepatunya, teman-teman yang lain justru turut menitip cuci sepatu mereka ke dirinya. “Dari situlah tercetus ide membuka jasa perawatan sepatu tetapi dengan harga terjangkau dan terbuka untuk semua jenis bahan sepatu,” ungkapnya kepada SWA di salah satu gerai SAC di Jl. Mendawai 1, Jakarta Selatan.

Soal tempat, dia tak ambil pusing. Berhubung masih coba-coba, ia menawarkan jasanya dari emperan kosnya. Sambil jalan, ia membuat akun Instagram dan Twitter Shoes and Care di @shoesandcare. Ternyata netizen merespons antusias unggahan foto-foto SAC. Sejak itu, para pelanggan terutama yang bertempat tinggal di sekitar kosnya, ramai berdatangan.

Melihat animo pelanggan yang meningkat, Tirta memutuskan membuka toko perdananya yang berlokasi di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Modal sebesar Rp 25 juta dia gelontorkan sebagai biaya sewa tempat, desain interior dan operasional toko. Pembukaan tokonya pada September 2014 ternyata bertepatan dengan momen ulang tahun Yogyakarta. Akal kreatif Tirta pun kembali berputar. Ia lantas memanfaatkan momentum istimewa itu untuk mempromosikan jasanya. “Saya buat promo, Jogja Free Wash. Saya sebenarnya gambling saja, kalau laku ya syukur, kalau tidak ya anggap aja pelajaran memulai usaha,” ucapnya enteng.

Pertaruhannya berbuah manis. Malah, jauh melampaui harapannya. Tak kurang dari 1.200 orang mengantre di depan tokonya membentuk barisan sepanjang 200 meter. Sejak itu, SAC meraih popularitas. Tak cuma ketenaran, melainkan juga pemahaman atas batas kapasitas pelayanannya. Sebab, dengan dibantu tiga orang saat itu, Tirta hanya mampu menangani 600 pasang sepatu dalam tempo tiga jam. Berangkat dari situ, Tirta kemudian membuka toko kedua yang masih berlokasi di Yogyakarta.

Berhubung Tirta turut memasarkan jasanya melalui kanal digital, pelanggannya berdatangan dari luar kota Yogyakarta seperti Jakarta, bahkan dari luar negeri yakni Singapura dan Australia. Antusiasme para pelanggan ternyata tercium oleh rekan-rekannya, sesama wirausaha muda Yogyakarta. Tira kemudian “dikompori” mereka untuk langsung merambah DKI. Namun, sebagai wirausaha pemula, ia mengaku sangat berhati-hati. “Saya pengusaha daerah, kalau ke Jakarta tidak total maka akan hancur usaha ini. Berbeda dari usaha atau merek yang dari Jakarta masuk ke daerah, sepertinya lebih mudah diterima,” ia menjelaskan.

Hanya saja, setelah menemukan tim yang cocok, ia baru berani membuka toko di Jakarta pada Maret lalu, berlokasi di Jl. Mendawai. Belakangan, dia juga kian gencar memasarkan jasanya melalui media sosial dan situs webnya di www.shoesandcare.com. Caranya, dengan mengunggah video proses pencucian dan perawatan sepatu pelanggannya ke berbagai kanal digital. Langkah ini sempat memicu kekhawatiran teman-temannya. Pasalnya, dengan cara itu, otomatis rahasia dapur SAC terbuka lebar. “Tetapi, sebagai pecinta sepatu, saya tentu ingin tahu sepatu kesayangan saya diapain saja selama perawatan? Dikasih chemical apa? Seperti itu,” ungkapnya. Karena itu, imbuhnya, justru pelanggannya akan kian loyal jika ditampilkan videonya.

Malah, kini SAC bertindak lebih jauh lagi untuk merawat kepercayaan pelanggan. Caranya, menggelar sambungan telepon video langsung ke ruang cucinya agar pelanggan yang penasaran bisa melihat langsung proses pengerjaannya. “Mereka juga bisa datang langsung ke toko, terbuka. Nampaknya sih berantakan ya, tetapi justru ini yang memikat trust-nya pelanggan,” ujar Tirta blak-blakan.

Bukan hanya kepercayaan pelanggan yang meningkat, sejumlah orang pun berminat menjadi investor. Karena itu, dia lantas membuka konsep kemitraan SAC. Kini, toko mitra SAC sudah terdapat di Jl. Panglima Polim (Jakarta), Bintaro (Tangerang), Solo dan Medan. Dengan harga jasa Rp 30-150 ribu, satu gerai SAC bisa meraup omset Rp 30-60 juta per bulan.

Bisnis Tirta kini nampaknya mulai agak merambah ke hulu. Pasalnya, berkat bantuan temannya, dia mampu meracik sendiri separuh dari produk pembersihnya yang kemudian diberi merek Androws. “Khusus Androws, saya sebagai investor, teman saya yang menjalankan. Nah, gara-gara Androws ini juga kami akhirnya diundang ikut event pameran Jasa Cuci se-Asia Tenggara di Singapura. Kalau di event tersebut kami sukses, kami akan buka di Singapura,” ujar Tirta, sekaligus membocorkan rencana bisnisnya ke depan.

Uniknya, meski mengaku akan serius membesarkan bisnisnya, ia enggan meninggalkan dunia medis yang masih dijalaninya hingga kini. “Tompi saja bisa, kenapa saya tidak? Hehehe…..” Tirta berencana menjadikan bisnisnya sebagai tambang uang utamanya. “Profesi dokter saya rasa kurang tepat kalau diniatkan untuk mencari uang. Dokter itu pekerjaan humanis, sedangkan bisnis benar-benar cari profit.”

Eddy Dwinanto Iskandar

Reportase: Arie Liliyah

The post Sang Dokter yang Cari Duit dari Cuci Sepatu appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Kincir Selebritas Besutan Giring Nidji

$
0
0
Giring-Rollei-fk-logo

Berawal hanya ingin menjual barang pribadinya, Giring Ganesha, vokalis grup band Nidji, akhirnya serius menggarap Kincir.com. Portal yang didirikan Giring pada 2013 ini merupakan media berbasis fans club yang diklaim pertama di Indonesia. Portal di bawah PT Gajah Merah Terbang ini hadir untuk memudahkan penggemar (fans) berhubungan langsung dengan sang idola dan begitu pun sebaliknya. Penggemar ataupun idola juga bisa berbagi pengalaman melalui foto dan video.

Giring (Nidji) Ganesha. Pemilik dan CEO kincir.com

Giring (Nidji) Ganesha. Pemilik dan CEO kincir.com

Selain itu, Kincir.com dapat pula digunakan sebagai alat untuk memasarkan merchandise resmi idola kepada para penggemarnya. Seperti pada 22- 30 Juni 2015, Kincir.com menyelenggarakan program yang menyediakan kesempatan khusus bagi para penggemar untuk membeli dan membawa pulang barang kesayangan idola. Program tersebut didukung oleh tiga kekuatan besar dari grup GDP Venture, yakni Kaskus sebagai forum online terbesar di Indonesia, Bibli.com sebagai online mall, dan Kincir.com sendiri sebagai online fans club.

Harus diakui, Kincir.com makin berkembang setelah mendapatkan suntikan dana Merah Putih Incubator (MPI) di bawah naungan GDP Venture, perusahaan Grup Djarum. “Menjadi bagian dari GDP Venture adalah berkah karena mereka tidak hanya menamkan investasi di kami tetapi mereka juga selalu membantu kami, baik dari sharing ilmu maupun sharing network. Salut untuk GDP Venture,” ucap Giring yang juga CEO Kincir.com.

Untuk mengajak para selebritas bergabung dengan Kincir.com, Giring mengaku tidak kesulitan. “Simpel. Kincir adalah bagian dari bisnis para artis yang sudah percaya dengan kami,” ujarnya. Hingga saat ini Kincir.com telah berhasil merangkul setidaknya 175 musisi atau idola Tanah Air. Musisi yang sudah bergabung dengan Kincir.com di antaranya Raisa, Noah, Nidji, Payung Teduh, RAN dan Cherrybelle. Penggemar yang telah terdaftar mencapai sekitar 210 ribu anggota. Selain di web, Kincir.com juga sudah dapat diakses melalui aplikasi di android dengan nama Kincir.

Giring (Nidji) Ganesha. Pemilik dan CEO kincir.com

Giring (Nidji) Ganesha. Pemilik dan CEO kincir.com

Menurut Giring, latar belakang lahirnya Kincir.com adalah sebuah impian besar dan niat untuk membantu industri musik yang pada saat itu sedang mengalami keterpurukan. Karena, seperti sebuah merek, seorang artis/band butuh alat-alat yang tepat untuk bisa mengumpulkan, mengelola dan lebih dekat dengan para fannya. Inilah alasan Giring mendirikan Kincir.com. “Ide awalnya dimulai di tahun 2010. Membutuhkan waktu tiga tahun untuk bisa membuat ide tersebut menjadi kenyataan. Akhirnya, pada Maret 2013 kami rilis versi betanya,” ujarnya.

Untuk bisa mengelola bisnis ini dengan baik, Giring pun mencari orang-orang yang tepat untuk menjalankan perusahaan sesuai dengan visi yang sudah ditentukan. Dengan bantuan teknologi, ia pun bisa memantau dan tetap bersama timnya walaupun dirinya sedang berada di mana pun. Nah, agar bekerja lebih efektif, Giring juga meminta timnya datang lebih awal ke kantor di Jalan Langsat Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada pukul 7 pagi setiap hari. Namun, mereka boleh pulang pada pukul 4 sore. “Hasilnya sangat efektif karena tim Kincir selalu terhindar macet dan sore hari sudah punya quality time bersama keluarga mereka,” katanya.

Saat ini yang menjadi daya tarik Kincir.com sekaligus yang terus dikembangkan adalah fokusnya pada engagement community yang membangun relasi antara artis dan penggemarnya. Berbagai kegiatan pun dijalankan, misalnya OnLine to OffLine campaign dan program reguler Kincir.com, yaitu Fans Meet Idol. Ia juga melihat masih banyak potensi pemasukan yang belum terdeteksi. Yang sudah terbukti dan menjadi pemasukan Kincir.com saat ini adalah layanan digital bagi merek atau pengiklan dengan menggunakan kekuatan media sosial para artis. Selain itu, ada Ad Placement, Creative Solution serta penjualan merchandise para artis. “Tahun ini kami akan ekspansi ke portal tip, digital services dan informasi untuk anak muda, serta e-commerce,” ucap Giring. Adapun targetnya dalam 1-2 tahun ke depan meningkatkan pertumbuhan user pada portalnya.

Danny Oei Wirianto, Chief Marketing Officer GDP Venture, menambahkan, investasi perusahaannya di Kincir.com sudah dilakukan sejak awal, yaitu di 2010. “Bisa dibilang saya termasuk co-foundernya. Kami tidak berinvestasi langsung di Kincir. Tetapi melalui salah satu inkubator yang kami invest, yaitu MPI yang dipimpin Pak Anthonie Liem,” kata Danny. Saat ditanya berapa nilai investasinya, ia mengungkapkan, “Nilai investasi tidak menentu karena setiap tahunnya tidak pasti. Detailnya saya kurang tahu. Tetapi Kincir sudah bisa menghasilkan uang meskipun belum bisa balik modal. Karena, memang tujuannya bukan uang. Awalnya adalah membuat user based dulu.”

Sebagai investor, pihaknya hanya bisa membantu dalam hal menginspirasi, memberi saran, jadi penghubung, memberi jaringan, dll. “Kami tidak menaruh orang juga di sana. Mentoring Kincir lebih ke tugas MPI. Kami hanya sebagai investor pasif. Pembenahan pun tergantung pada Giringnya sendiri,” kata Danny. Ia melihat bisnis yang dikembangkan Kincir.com akan semakin prospektif ke depannya. (Reportase: Maria Hudaibyah Azzahra)

 

The post Kincir Selebritas Besutan Giring Nidji appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Tiga Dara Mengupas Bisnis Buah Lembaran

$
0
0
Ade Permata Surya & Nur Sofia Wardani Yahya

Pertemuan di sebuah proyek antarkampus mengantarkan tiga dara ini memasuki dunia bisnis makanan yang unik: fruit strips atau buah lembaran. Camilan sehat yang diberi nama Frutaday dan memiliki daya tahan berbulan-bulan itu meraup omset puluhan juta rupiah per bulan.

Ade Permata Surya & Nur Sofia Wardani Yahya

Ade Permata Surya & Nur Sofia Wardani Yahya

Adalah Ade Permata Surya (24 tahun), Nur Sofia Wardani Yahya (26 tahun) dan Niki Tsuraya Yaumi (25 tahun) yang membesut Frutaday di bawah payung Hearty Foodie. Ketiganya memiliki kepedulian yang sama, yakni makanan sehat.

Setelah pertemuan pertama di ajang proyek antarkampus itu, ketiganya lalu berkumpul kembali setelah Niki kelar menempuh pendidikan S-2 di Inggris. Saat itu, Niki memaparkan pengamatannya saat kuliah di Inggris, yakni munculnya tren makanan sehat tanpa pewarna dan pengawet buatan, bahkan tanpa bahan-bahan pemicu alergi seperti gluten.

Kebetulan, latar belakang keilmuan tiga kawan baru itu menunjang. Ade lulusan S-1 Ilmu Gizi Universitas Indonesia, Sofia yang akrab disapa Opi lulusan Ilmu Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, dan Niki lulusan S-2 Inovasi dan Kewirausahaan dari University of Warwick, Inggris. “Nah, kami lalu berpikir bagaimana kalau kami juga memproduksi yang serupa, karena teman saya, Opi, jago dalam hal teknologi pangan, saya sendiri punya ilmu gizi,” ujar Ade yang ditemani Opi saat wawancara dengan SWA di kampus Universitas Mercu Buana, Meruya, Jakarta Barat.

Mereka sadar, bisnis makanan camilan sehat yang akan mereka geluti tidak bisa bersaing dalam harga dengan produk makanan massal. Karena itu, mereka menyasar segmen menengah-atas. “Kelas menengah-atas memiliki kesadaran akan makanan sehat dan bersedia membayar sedikit lebih mahal untuk mendapatkan manfaat sehat dari makanan yang dibeli,” tutur Ade.

Berhubung produk serupa terdapat di luar negeri, trio yang menggelontorkan masing-masing Rp 10 juta sebagai modal awal itu mulai mem-benchmark aneka camilan sehat dari luar negeri. Caranya mudah, mereka cukup berkeliling ke berbagai supermarket papan atas seperti The Food Hall, Kemchicks dan Ranch Market. Upaya tersebut membuahkan temuan, bahwa camilan olahan sehat umumnya terdiri dari oat, kacang almond dan buah-buahan.

Jadi, sebenarnya yang kami buat pertama itu adalah produk olahan almond, oat dan cokelat, yang kami beri nama Mister Timber. Ini adalah cokelat stik dengan campuran almond dan oat, karena sekarang sedang tren makanan ringan berbentuk stik-stik ala-ala Jepang gitu kan,” papar Ade mengenang kreasi pertama mereka pada 2014 itu.

Sukses berjalan setahun, kreasi kedua pun digulirkan pada Maret 2015. Kali ini buah-buahan mereka pilih sebagai bahan utamanya. Setelah meriset, ketiganya memutuskan menjual buah olahan dalam bentuk lembaran tipis dan kecil dengan merek Frutaday. “Aslinya namanya fruit leather karena bentuknya lembaran tipis. Tetapi, di Indonesia penjelasan namanya kami ganti jadi fruit strips karena khawatir akan salah persepsi, bisa dikira makanan dari kulit buah hehehe,” kata Ade menjelaskan.

Opi sebagai lulusan teknologi pangan kebagian tugas mengolah buah tersebut. Proses menemukan racikan yang pas ternyata tidak mudah. Awalnya, buah-buahan yang terlebih dulu dihaluskan dengan blender itu kerap tidak mencapai rasa dan bentuk yang diinginkan. Setelah mencoba enam bulan, racikan yang pas berhasil ditemukan. “Prinsip dasarnya adalah pure buah yang dihaluskan dengan blender. Lalu di-spread di atas wadah khusus, lalu dioven. Itu saja,” ujar Opi.

Pengaturan suhu menjadi kunci keberhasilannya. Pasalnya, dalam satu lembar Frutaday terdapat dua jenis buah. Contohnya, Frutaday stroberi terdiri dari buah stroberi dan pisang. “Stroberi pada suhu 50 derajat sudah gosong, sedangkan pisang pada suhu tersebut teksturnya belum kering yang bagus. Jadi, kami terus mencoba untuk mendapatkan suhu yang pas bagi kedua komponen tersebut,” kata Opi.

Tantangan kedua untuk mendapatkan rasa yang tepat ada pada pilihan buahnya yang harus memiliki warna dan rasa yang tepat. Karena tidak mau repot menyortir, mereka akhirnya menggunakan pemasok buah khusus. “Stroberi kami mengambil dari pemasok di Bandung, pisang dari Bogor, dan mangga dari Cirebon,” ujar Opi.

Buah lokal dipilih karena alasan khusus. Pasalnya, mereka sekaligus berniat menjadikan Frutaday sebagai produk buah tangan bagi wisatawan asing. “Wisatawan asing lebih suka buah-buahan tropis,” kata Opi. Sekali siklus produksi menghabiskan 400 kg pisang, dan masing-masing 100 kg mangga dan stroberi. Agar tak mudah rusak, bahan-bahan itu disimpan dalam freezer khusus. Namun, ada buah tertentu seperti pisang yang harus langsung dipakai karena tak bisa disimpan lama dalam freezer.

Dengan bahan sebanyak itu, dalam sebulan Hearty Foodie bisa menghasilkan 1.200 boks Frutaday dan 2.000 boks Mister Timber yang berwarna-warni. Pasar yang dipilih menjadikan pemasarannya sangat spesifik. Hearty Foodie lebih memilih menyalurkan langsung produknya melalui toko oleh-oleh Opalindo dan KMB di Bandara Soekarno-Hatta. “Ada juga penjualan online, tetapi 60% penjualan melalui offline,” ujar Opi

Meski awalnya cukup sulit memasarkan produknya, setelah Hearty Foodie tercatat sebagai produk binaan UMKM Jakarta Barat, akhirnya justru jalannya dipermudah. “Pembina kami itulah yang aktif mendaftarkan kami ke pameran hingga ke Smesco. Dari sana, kami kemudian masuk ke Seven Eleven, sudah ada di tiga gerai Seven Eleven. Lalu sekarang kami akan masuk ke Food Hall dan Kemchicks yang di Pacific Place,” tutur Opi gembira.

Menurut Opi, meski dibantu pemda setempat, salah satu kunci diterimanya Frutaday di berbagai supermarket menengah-atas terletak pada kemasannya. “Kemasan meski lebih mahal, kami pilih yang food grade dan desainnya juga terlihat berkelas. Kami bersyukur ada teman desain grafis yang bersedia mendesain dengan harga pertemanan dan hasilnya bagus.”

Kini, omset Frutaday mencapai Rp 90 juta per bulan dengan bantuan enam karyawan. Selanjutnya, mereka berencana menambah varian produknya. “Sekarang kan baru mangga dan stroberi, nanti kami mau eksplor buah-buah tropis lainnya seperti nanas. Kami juga mau bikin flowerstrip, dari bunga kembang sepatu yang banyak di Indonesia, sekarang sedang jadi makanan tren di luar negeri,” Opi memaparkan ambisi mereka selanjutnya.

Krismayu Noviani, Kepala Bagian Layanan Bisnis Retail LLP-KUKM, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Smesco), menyebutkan, pihaknya menerima Frutaday karena produk camilan tersebut telah dilengkapi izin keamanan pangan. Selain itu, keunikan Frutaday dan kepraktisannya juga membuat Smesco terpikat membantu pemasarannya. “Umumnya buah dan produk hayati lainnya kalau diolah dengan kurang tepat, kandungan gizi alaminya akan rusak dan berkurang.Tetapi Frutaday mampu menjaga kandungan gizi alaminya. Selain itu, praktis, bisa dimakan kapan saja, di mana saja,” ungkap Krismayu.

Karena itu, pihaknya bergerak lebih lanjut dengan membawa Frutaday memasuki ritel modern. “Jadi, selain kami kasih tempat di Gedung Smesco, kami juga bukakan pasar di ritel modern, sehingga distribusinya lebih luas,” ujar Krismayu.

Krismayu menyarankan agar Frutaday terus mempertahankan mutunya serta menambah varian buahnya. “Terutama buah-buah asli Indonesia. Karena, buah-buahan itu kan balik lagi soal kesukaan orang. Dengan memperluas varian, konsumen jadi punya banyak pilihan.”(*)

Eddy Dwinanto Iskandar, Reportase: Arie Liliyah
Riset: Muhammad Rizki

The post Tiga Dara Mengupas Bisnis Buah Lembaran appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Inisiasi Kreavi.com Dorong Kreator Lokal

$
0
0
DSC_0989

Dibentuk tahun 2012, Kreavi.com memulai jejak idenya. Komunitas ini melihat masalah tidak mudah untuk menemukan kreator visual, sehingga langkah pertama pun dilakukan. Tiga orang pendirinya yang dipimpin oleh Johana Kusnadi sebagai Community Leader, membuat platform online.

Selanjutnya untuk mengumpulkan para user, Kreavi mengadakan meet up, yaitu Kumpul Kreavi. Sejak 3 tahun lalu, kegiatan ini sudah diadakan sebanyak 25 kali di 7 kota besar di Indonesia. Rata-rata 250-350 kreator visual lokal hadir dalam setiap kali pertemuan.

Kendala mereka temui di awal berdiri, yaitu bagaimana mengakuisisi user dan mau memasukkan portfolio terbaiknya. “Kami mensosialisasikan visi misi Kreavi lewat roadshow. Dan karena waktu itu kami hanya bertiga, yaitu leader, desainer, dan programmer, kami dibantu oleh teman-teman ahli bidang kreatif yang mendukung mimpi kami,” ujar Johana Kusnadi, Community Leader Kreavi.

Sebagai komunitas yang bertugas sebagai kurator, Krevi.com terbuka untuk menerima karya yang masuk. Syarat yang diberikan pun cukup mudah, hanya melewati proses sign up, melengkapi profil dengan deskripsi serta meng-upload karya terbaik para user. Sedangkan untuk tema karya bebas. Terbukti saat ini sudah lebih dari 32.000 karya dari seluruh Indonesia yang mereka terima.

Kumpul Kreavi (Doc Kreavi.com)

Kumpul Kreavi (Doc Kreavi.com)

Menurutnya, untuk dapat menghasilkan karya yang semakin baik, seseorang harus terus dimotivasi melalui kompetisi. “Ketika mereka menang kontes, mereka mendapatkan exposure yang luas dan banyak opportunity,” ungkapnya. Kompetisi pertama diadakan dari tahun 2012, respon peserta sangat baik. Saat itu komunitas mengadakan kompetisi membuat desain kartu ucapan tahun baru. Hasil penjualan disumbangkan kepada sebuah sekolah untuk anak-anak kurang mampu di daerah Tanah Abang, Jakarta.

Kompetisi lainnya bertajuk Re-Draw-a-Mascot. Setelah sukses mengadakan kompetisi kreatif tingkat nasional seperti mewadahi perancangan ulang logo Daerah Istimewa Yogyakarta serta maskot kota Surabaya, Kreavi.com kembali memberikan tempat kreativitas bagi anak muda. Kontes merancang ulang maskot Asian Games 2018 ini dibuat karena maskot official yang di-announce kepada publik kurang mendapatkan sambutan yang baik dari publik dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terbuka untuk menerima masukan.

Meskipun kompetisi ini independen dan tidak terafiliasi dengan lembaga pemerintahan seperti Kemenpora dan Badan Ekonomi Kreatif, Re-Draw-a-Mascot memiliki standar penyaringan yang tinggi. Semua karya yang masuk akan disaring oleh 17 juri yang merupakan para pelaku industri dari berbagai bidang.

Mereka terdiri dari kalangan ilustrator dan desainer, akademisi, jurnalis dan media, hingga agensi kreatif. Beberapa di antaranya adalah Andi Martin (CEO Kratoon.com), Andi Sururi, (Managing Editor Detikcom), Bima Said (Managing Editor Asia Pacific Goal.com), Budi Setyarso (Redaktur Eksekutif Majalah Tempo), Dennis Adishwara (CEO Layaria), Dimas Novriandi (Business Development Head Mirum), Faza Meonk (CEO Pionicon), Bryan Lie, (Creative Director Glitch Network), dan Wicak Hidayat (Vice Managing Editor Nextren).

Kemudian pada Popcon Asia 2015 lalu, Kreavi.com mengadakan Portfolio Review, memfasilitasi job hunter dan perusahaan yang mencari talent berkualitas agar dapat bertemu langsung di Festival Pop Culture terbesar di Indonesia ini. “Dan tentu saja bukan tak mungkin kita mengadakan hal serupa di waktu ke depannya. Perkembangannya sangat baik. Temuan menariknya adalah melihat langsung bahwa desain dapat memberikan dampak nyata dalam masyarakat,” tambah perempuan yang hobi menggambar ini.

Doc Kreavi.com

Doc Kreavi.com

Pengaruh positif ini dirasakan oleh start up lain. Ia menceritakan pernah ada teman yang memiliki studio komik di Jogja yang ingin menutup studio tersebut. Tetapi tiba-tiba mereka mendapatkan pekerjaan dari klien yang menghubungi Keavi.com. Lalu karena itu mereka jadi lebih semangat. “Cerita sepeti ini tidak hanya satu, tetapi sudah sangat sering saya dengar,” katanya.

Industri kreatif memang semakin berada di puncaknya. Ditandai dengan mulai banyak muncul start up baru yang digawangi anak-anak muda, hingga komunitas-komunitas yang memfasilitasi hasil karya seni para kreator. Sebagian besar dari mereka tidak berjalan sendiri, tetapi bekerja sama dan membantu pemerintah daerah untuk menggaet kreator lokal dan mengembangkan industri kreatif di daerah tersebut.

Melalui gerakan Tatarupa, Kreavi.com bekerjansama dengan Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, dan pahlawan ekonomi yang menaungi lebih dari 2.000 UKM di Surabaya. Ia dan tim menata ulang kembali rupa produk UKM. Mereka me-kurasi pada desainer lokal yang mau berkontribusi dan dipertemukan dengan produk-produk UKM lokal.

“Ketika melihat apa yang kami lakukan memiliki dampak nyata, rasanya tidak mungkin berhenti dan berusaha membuat dampak yang lebih besar lagi. Karena cara memajukan industri kreatif adalah membentuk ekosistem yang sehat,” tutupnya dengan lugas. (EVA)

The post Inisiasi Kreavi.com Dorong Kreator Lokal appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Jurus Dua Kaki Inas Luthfi dkk. di Bisnis Game

$
0
0

Internet memang telah menghilangkan sekat-sekat negara. Namun, hanya orang kreatif yang mampu memanfaatkan momentum ini. Salah satunya Inas Luthfi, anak muda dari Bandung yang sukses merebut proyek game dari berbagai perusahaan multinasional di mancanegara. Alhasil, perusahaan yang dibesutnya, PT Nightspade Multi Kreasi, mampu meraup omset miliaran rupiah per tahun.

Nightspade Multi Kreasi

Team Nightspade Multi Kreasi

Pemuda 26 tahun asli Solo, Jawa Tengah itu sejak kecil memang hobi bermain game di perangkat Playstation miliknya. Sewaktu masih SMP, ia mulai menjajal membuat program game sendiri menggunakan program Quick Basic. Namun, barulah ketika kuliah di Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, ia mulai serius mengomersialkan keahliannya dalam pembuatan aneka program komputer, termasuk program game untuk perangkat bergerak seperti tablet dan ponsel pintar.

Persinggungan Inas dengan dunia bisnis diawali dari sebuah tugas kuliah pemrograman berorientasi objek yang digarapnya bersama 6 teman satu jurusan pada 2008. Saat itu, ketujuh anak muda itu sepakat membuat game. Tak dinyana, tugas yang membuahkan nilai A itu juga memenangi lomba Digital Media Festival di Jurusan Desain Komunikasi Visual ITB pada 2009. Kebetulan, salah seorang pejabat Departemen Komunikasi dan Informatika turut menjadi juri lomba tersebut. Semakin kebetulan lagi, pejabat itu tengah membuat program percontohan inkubasi bisnis di departemennya. Inas dkk. yang menjuarai lomba itu langsung saja ditawari menjadi peserta program bertajuk Inkubator Inovasi Telematika Bandung periode 2009-2011.

Sejak itulah Inas dkk. kian serius menekuni bisnis yang awalnya dinamakan Night Club Coder, nama yang dipilih karena mereka sering mengerjakan pemrograman di malam hari selepas jam kuliah. Namun, dalam perjalanannya, setelah lulus, hanya lima orang yang bertahan meneruskan usaha mereka, yakni Inas sendiri yang kini menjabat sebagai CEO sekaligus Chief Technology Officer, Dody Dharma menjabat Chief Operating Officer, Garibaldy W. Mukti sebagai Chief Marketing Officer, Teddy Pandu Wirawan sebagai Chief Financial Officer, dan Andina Tarina yang menduduki kursi Komisaris. Tahun 2010 menjadi titik metamorfosis bisnis dengan membentuk badan hukum sekaligus mengubah namanya menjadi PT Nightspade Multi Kreasi. Fokus bisnis dipertajam, dari palugada (apa lu mau gua ada) ke program enterprise resource planning (ERP).

Ketika booming game berbasis iOS dan Android tiba, mereka pun tertarik menunggangi gelombangnya. Belakangan, semangat mereka di bisnis game kian terpacu ketika salah satu game pertama mereka dibeli pengembang game asal Amerika Serikat seharga US$ 8.500. Salah satu game awal Stack The Stuff untuk App Store, Google Play dan Windows juga sukses diunduh hingga 250 ribu dengan mayoritas pengunduh dari AS, Eropa dan Australia.

Karena itu, pada 2011 Nightspade, yang mendapatkan investasi dari East Ventures di tahun yang sama, memutuskan lebih fokus pada pembuatan game dan program untuk platform mobile. Mereka bermain dengan dua kaki sekaligus. Kaki pertama menyasar pemain game langsung (B2C), kaki kedua menargetkan kalangan korporasi (B2B). Pengguna langsung disasar dengan memasukkan game-nya ke App Store, Google Play dan Windows Store. Pendapatan diraih jika pengguna membeli game berbayar atau dari iklan yang tayang di game-nya.

Adapun layanan korporasi atau alih daya ditargetkan melayani sesama perusahaan pengembang game yang berminat dibantu dalam pembuatan konsep game, programming, animasi, musik, dan sebagainya. Atau, perusahaan yang berminat menjadikan game sebagai sarana pemasaran produknya. “Di luar negeri, rata-rata pengembangan game membutuhkan waktu yang lama, sumber daya manusia yang banyak, dan dana yang besar. Nah, kami coba tawarkan para pekerja ahli kami ke perusahaan tersebut dengan harga yang bersaing,” tutur Inas.

Langkah itu rupanya mujarab menggenjot kinerja Nightspade. Model alih daya bahkan menjadi tulang punggung perusahaannya. Hingga kini, banyak studio game dari AS, Jepang dan China menjadi pelanggan Nightspade. Inas mengaku, meski bersaing dalam harga, faktor kualitas tak bisa ditawar. “Orang luar negeri itu, semurah apa pun harganya, kalau kualitasnya jelek, ya tidak akan diambil,” ungkapnya.

Mengandalkan kualitas mumpuni, Nightspade pun kerap memenangi order yang sering kali ditenderkan lebih dulu. “Jadi, kami sebenarnya harus bersaing secara kreatif dengan studio yang sudah jadi langganan mereka. Kami harus bersaing dalam pembuatan konsep game, proposalnya harus bagus, cocok atau nggak dengan bujetnya,” ia menguraikan. Faktor kualitas pula yang membuat Inas fokus ke pasar luar negeri, karena harga yang ditawarkan pihak dalam negeri acap tidak masuk dengan “hitungan” Nightspade. Saat ini, Nightspade bergerak dengan 15 orang kru karyawan tetap, termasuk Inas dan 7 orang tenaga paruh waktu.

Nightspade kerap memenangi order bernilai ratusan ribu US$, jumlah yang disebut Inas masih terbilang kecil di industri game. “Di game, ratusan ribu dolar itu ya relatif menengah-bawah,” ujarnya.

Salah satu jurus Inas agar terus menghasilkan karya terbaik adalah dengan merasa bodoh. Maksudnya, selalu haus terhadap pengetahuan baru. Dengan begitu, Inas dan timnya mampu terus menggali peluang di berbagai lini. Nightspade menargetkan dapat menghasilkan hingga 6 game per kuartal. “Jadi, kami mencoba strategi kuantitas, game kecil-kecil tapi jumlahnya banyak dan fun untuk dimainkan,” tuturnya.

Beberapa game yang pernah dibesutnya selain Stack The Stuff, yakni Mad Warrior, Don Gravity, Taby The Little Mouse, Air Heroes, Nuclear Outrun dan Animal Pirates. Sementara perusahaan yang pernah menjadi kliennya adalah Intel India, Mig33, Chupa Chups, serta perusahaan dari AS, Jepang, China dan Singapura.

Tak cuma itu. Kinerja Inas dkk. yang moncer di mancanegara rupanya menarik perhatian banyak pihak hingga mengganjarnya dengan berbagai anugerah seperti APICTA 2011, Sparx Up 2011, INAICTA 2011 dan 2013, juara satu Indigo Apprentice Award 2015. Teranyar, mereka sukses merebut juara dua dunia Intel RealSense App Challenge 2015. “Sekarang sudah lima tahun kami berjalan dan sampai sekarang pun kami tetap berusaha membuat game yang menyenangkan untuk dimainkan, cocok untuk pasarnya dan menghasilkan keuntungan supaya kami bisa terus membuat game lagi,” tutur Inas, semringah.

Adam Ardisasmita, CEO dan Co-Founder Arsanesia, pengembang game yang berciri budaya khas Indonesia, menguraikan, jurus dua kaki Nightspade lazim digunakan pengembang game lokal. “Banyak game developer di Indonesia yang menggunakan cara ini karena memang rumus untuk menciptakan game yang sukses tidaklah mudah untuk didapatkan. Perlu experience, trial and error, juga kualitas yang baik. Untuk bisa mendapatkan hal itu, butuh investasi yang tidak sedikit. Supaya game developer bisa running, perlu ada sumber pendanaan, bisa dari investor atau dari model bisnis lain seperti outsourcing,” ungkapnya.

Adam memuji Nightspade sebagai salah satu studio game senior yang memiliki pengalaman yang tinggi, kualitas game yang baik, dan perusahaan yang berkembang secara positif. “Semoga Nightspade bisa terus berkembang memiliki karya yang sukses, dan bisa menjadi motor majunya industri game di Indonesia,” ujarnya penuh harap.

Eddy Dwinanto Iskandar

Reportase: Raden Dibi Irnawan

Riset: Armiadi Murdiansah

The post Jurus Dua Kaki Inas Luthfi dkk. di Bisnis Game appeared first on Indonesia Youngster Inc..


Trio di Fabelio

$
0
0
Christian Sutardi

Pertumbuhan bisnis e-commerce di Indonesia yang dalam lima tahun terakhir menggeliat pesat, rupanya makin memikat kalangan anak muda untuk menerjuninya. Tak terkecuali tiga sekawan: Christian Sutardi, Krisnan Lenon dan Marsel Utoyo, yang sejak awal 2015 aktif meluncurkan ecommerce bidang furnitur, Fabelio (fabelio.com). Mereka juga ingin mencicipi manisnya bisnis ini sebagaimana telah dilakukan pendahulunya seperti Lazada, Traveloka, Zalora dan Berrybenka.

Christian Sutardi

Christian Sutardi (kiri)

Kami bertiga sepakat masuk di bisnis ecommerce tetapi di kategori baru, yaitu furnitur, bukan travel atau fashion. Kami ingin berbeda,” ungkap Christian. Bukan tanpa alasan mereka mengambil jalur ini. Ketiga pendiri Fabelio punya latar belakang yang mendukung. Krisnan dan Christian sebelumnya sudah berkecimpung di dunia e-commerce karena pernah bekerja di Rocket Internet, Food Panda, Lazada dan Zalora. Sementara Marsel lama bermain di desain furnitur dan bahkan sudah punya perusahaan desain sendiri. Bertiga, mereka mengibarkan Fabelio di bawah bendera PT Tiga Elora Nusantara.

Mei 2015 mereka membangun tim dengan tanggung jawab yang berbeda, mulai dari urusan pemasok, pemasaran, teknologi informasi dan desain. “Kami berikan desain, para pemasok yang siapkan material dan tenaga produksi,” kata Christian. Bahan baku dipilih 100% kayu Indonesia. Saat ini, Fabelio sudah punya 25 pemasok dengan spesialisasi masing-masing. Ada yang khusus memproduksi furnitur kayu jati, mahoni, pinus, kayu solid, khusus pembuat sofa, dan seterusnya. “Kami ingin pemasok fokus agar terjaga kualitasnya,” katanya.

Christian menegaskan, salah satu hal krusial di bisnisnya adalah soal desain. Fabelio didesain harus menarik dan tidak membosankan. Sejauh ini konsep desainnya condong ke gaya minimalis dan Skandinavian meskipun ada rasa Indonesianya. “Kami punya tim desain yang kuat, terdiri dari 8 orang, dipimpin Marsel dan Raymond Simanjuntak. Produk dengan desain yang bagus di sini bisa hanya Rp 5 juta, kalau merek impor bisa empat kali lipat harganya,” ujar Christian seraya promosi.

Saat ini pihaknya mengeluarkan rata-rata 350 produk per batch per bulan, mulai dari kursi, meja, sofa, lemari, hingga tempat tidur. Peluncuran produk baru selalu berdasarkan analisis data Google Analytics dari tim ahli internal. “Kami benar-benar tracking, riset di Internet, dari sisi model, warna, dan bahannya,” tutur Christian.

Sejauh ini Fabelio tumbuh cukup pesat. “Tiga bulan ini kami tumbuh 200%. Bahkan ada dua pemasok kami yang menambah masing-masing satu pabrik baru khusus untuk memproduksi pesanan Fabelio,” ujar Christian semringah. Selain menggratiskan biaya kirim untuk area Jabodetabek, hingga kini Fabelio juga memberikan garansi 6 bulan. “Pembeli kami kebanyakan ibu-ibu muda yang ingin mendekor rumah barunya,” kata Christian. Fabelio juga menggarap pesanan korporat seperti kantor, restoran, hotel dan kafe.

Annisa Putri, karyawan swasta, pelanggan Fabelio menceritakan kesannya. “Saya sudah beberapa kali belanja di sana. Tertarik karena desainnya clean, enak dilihat, minimalis dan sangat anak muda,” ungkap wanita yang memang tidak terlalu suka furnitur gaya ukir-ukiran ini. Dia pertama kali mengetahui Fabelio dari iklan di linimasa (timeline) Facebook. “Saya belanja lewat website. Kebetulan saya bandingkan dengan produk gaya Skandinavian lainnya, di sini lebih murah, makanya saya beli,” kata Annisa.

Setelah nikmat mereguk sukses, tiga sekawan ini tampaknya akan kian tancap gas. Oktober 2015 mereka ekspansi ke pasar Surabaya. Lalu Februari 2016 membuka showroom di Jakarta dan Surabaya. Tak hanya itu, Fabelio mulai aktif pula menjual aksesori seperti bantal kursi hingga wallpaper art. Tiga sekawan benar-benar tak ingin kehilangan momentum.

Sudarmadi dan Arie Liliyah

Riset: Siti Sumariyati

The post Trio di Fabelio appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Adim Garage Besutan Hamdi

$
0
0
Hamdi Adim Garage

Melakukan proses retrofit projector lampu mobil atau motor sekaligus menjual produk retrofit bagi pelanggan (retrofer) atau reseller yang ingin melakukan proses retrofit sendiri menjadi bisnis utama Adim Garage. Tak hanya itu, Adim Garage juga memberikan layanan yang terdiri dari konsultasi, instalasi HID, poles mika lampu, blackhousing, dan fullwave motor. Produk yang dijual terdiri dari aftermarket High Intensity Discharged (HID) kit, bulb HID, ballast HID, projector, angel eyes, LED, relay HID atau kabel set, dll. Adim Garage juga merupakan distributor eksklusif The Retrofit Source LLC USA (theretrofitsource.com) yang mengawasi forum online terbesar di bidang pencahayaan otomotif, hidplanet.com.

Hamdi Adim Garage

Hamdi, pemilik & perintis bisnis lampu kendaraan Adim Garage

Adalah Hamdi, pemilik sekaligus perintis bisnis lampu kendaraan ini. Pria kelahiran 24 November 1988 ini mendirikan usahanya pada November 2011. Awalnya, ia hanya mengimpor kecil-kecilan produk lampu. Kemudian, ia jual di situs Kaskus. Ia mulai membesut bisnisnya itu kala ia mengambil studi S-2 Manajemen Bisnis di Universitas Bina Nusantara (Ubinus). “Jadi, pagi saya di bengkel, malam kuliah,” katanya.

Yang membuat dirinya tertarik pada bisnis ini, orang tuanya juga memiliki bengkel, tetapi bengkel mobil umum. “Di zaman kuliah saya memang suka bisnis yang berhubungan dengan lampu-lampu. Lalu, saya mulai mencoba pasang sendiri lampunya. Lama-lama, saya berniat mengembangkan pasar yang tergolong langka ini,” ujar lulusan S-1 Teknologi Informasi Ubinus ini.

Hamdi mengaku, sebelum membangun bengkel, ia lebih banyak bermain di online untuk menjual lampu. “Media sosial utama yang saya pakai dari dulu hingga sekarang cuma Kaskus. Makin lama keuntungan mulai meningkat, barulah bengkel ini dibuat. Meskipun bengkel fisik ini dibuat, tetap saja kami lebih besar di online,” ujarnya. Konsumen yang datang langsung ke bengkelnya memang jarang. Paling yang datang adalah konsumen dari Jakarta, Jawa Barat, dan paling jauh dari Lampung. Konsumen dari luar kota dan luar Pulau Jawa yang ingin lampunya diperbaiki biasanya mengirim barangnya ke bengkel Adim Garage. Setelah selesai, barang tersebut dikirim balik ke konsumen. “Presentase konsumen online 80% dan konsumen datang ke bengkel 20%,” ungkapnya.

Bimo Haryohutomo, pelanggan Adim Garage, merasa puas dengan layanan yang diberikan Hamdi. “Yang pasti saya suka adalah bengkelnya luas dan nyaman. Hamdi sendiri juga sangat informatif,” kata Bimo yang sudah tiga tahun menjadi pelanggan Adim Garage. Menurutnya, Hamdi sangat mengenal produk-produk lampu yang dijualnya. Adim Garage pun perfeksionis, sangat memperhatikan hal-hal kecil. Pengecatan yang hasilnya tidak sempurna, misalnya, pasti akan dilakukan pengecatan kembali.

Target pasar yang dibidik Adim Garage adalah kelas menengah-atas. Karena, harga yang ditawarkan lumayan tinggi, mulai dari Rp 2,8 juta untuk mobil dan Rp 1,5 juta motor per set. Harga tersebut sudah termasuk biaya pemasangan. Selain itu, mengambil kelas menengah-atas juga karena marginnya lebih tinggi dan barangnya lebih bagus. Menurutnya, jika mau masuk ke red ocean yang persaingannya benar-benar ketat melalui perang harga, akan membuatnya capek. “Kami mainnya sudah lama dan sudah punya nama, jadi mainnya di blue ocean saja,” cetus Hamdi. Selain itu, konsumen di pasar menengah-atas pun rela mengeluarkan uang banyak dan menempuh perjalanan yang jauh hanya untuk memodifikasi kendaraannya sendiri.

Hamdi memaparkan, modal awal Adim garage Rp 5 juta saja untuk jualan online, dan untuk pembuatan bengkel fisik, investasinya sekitar Rp 100 juta. Adapun omset bisnisnya saat ini tertinggi Rp 90 juta dan terendah Rp 40 jutaan dengan profit sekitar 20%.

Dalam menghadapi kondisi sulit saat ini karena banyaknya produk impor, Hamdi terus melakukan langkah wait and see. Pasalnya, daya beli konsumen juga sedikit menurun mengingat barang yang ditawarkannya bukan kebutuhan primer, melainkan tersier. Namun, ia berobsesi untuk terus mengembangkan bisnisnya hingga makin besar ke depan. (*)

Dede Suryadi dan Maria Hudaibyah Azzahra

Riset: M Khoirul Umam

The post Adim Garage Besutan Hamdi appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Anak-anak Muda Yogya Getol Berbisnis Online

$
0
0
bisnis online

 

Bisnis dalam jaringan (online) di Yogyakarta meningkat pesat dalam dua tahun terakhir. Diperkirakan sekitar 1.000 pelaku usaha kecil-menengah memanfaatkan bisnis dalam jaringan. “Sebanyak 70 persen pelaku usaha bisnis adalah kalangan muda,” kata Konsultan Pusat Layanan Usaha Terpadu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Wahyu Tri Atmojo, kemarin.bisnis online

Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa, sarjana, dan ibu rumah tangga. Pertumbuhan itu dihitung sejak 2014. Menurut Wahyu, para pelaku usaha datang untuk berkonsultasi agar usaha dalam jaringannya dikunjungi konsumen. Ada juga yang bertanya, bagaimana membuat tampilan produk yang menarik.
Dari 800 usaha mikro kecil dan menengah yang dibina Pusat Layanan, sekitar 60 persen adalah usaha mikro dan sisanya adalah skala kecil-menengah. Dia mengatakan, sebagian mereka memanfaatkan perdagangan elektronik untuk memasarkan beraneka produk. Di antaranya kerajinan, baju, batik, tas rajut, kerajinan miniatur musik, kerajinan miniatur khas Yogyakarta, dan kuliner.
Marketing Eksekutif UMKM Market, Maria Mira, mengatakan, dari 1,7 juta pelaku usaha, sebanyak 700 orang memanfaatkan bisnis dalam jaringan. “Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah usaha kecil menengah yang memanfaatkan bisnis online naik 60 persen,” kata dia.

Sebanyak 50 persen pelaku usaha adalah orang muda yang memanfaatkan media sosial, seperti Instagram. Maria memperkirakan omzet bisnis dalam jaringan ini mampu meraup Rp 5-10 juta per hari.

Pelaku usaha kecil-menengah, Nur Hidayah Erna, mengatakan bisnis dalam jaringan sangat menguntungkan karena lebih praktis. Menurut dia, yang diperlukan dalam bisnis adalah menjaga kepercayaan pelanggan yang tersebar di Jakarta, Kalimantan, dan  Sumatera. “Omzet saya rata-rata Rp 10 juta per bulan,” ujarnya.

Tempo.co

 

The post Anak-anak Muda Yogya Getol Berbisnis Online appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Street Gourmet, Resto Berjalan Besutan Tito Afrianto

$
0
0

Selain menjadi daerah tujuan wisata, Bandung menjadi surganya wisata kuliner yang menawarkan aneka sajian yang menggoyang lidah bagi penikmat kuliner. Kedua hal itu menjadi daya pikat bagi wisatawan yang mengunjungi Bandung. Bagi pengusaha muda, seperti Tito Afrianto, pariwisata dan kuliner adalah kombinasi bisnis yang menjanjikan. Maka, Tito bersama koleganya sejak Desember tahun lalu menggodok konsep bisnis yang mengemas pariwisata dan kuliner dalam satu paket.

Tito AfriantoBisnisnya itu diberi nama Street Gourmet. Tito merupakan salah satu pendiri dan pemilik saham mayoritas di perusahaan yang mengelola Street Gourmet, yakni PT Trinity. Street Gourmet dibesut Tito bersama 6 rekannya, di antaranya dua pemain sepak bola nasional, yaitu Tony Sucipto (Persib Bandung) dan Airlangga Sucipto (Semen Padang). “Saya membuat bisnis ini karena melihat potensi bisnis kuliner, transportasi dan pariwisata di Bandung masih akan berkembang,” ungkapnya.

Tito dkk. membesut Street Gourmet dengan menawarkan paket tur mengelilingi Bandung sekaligus menyantap aneka kuliner Indonesia, Jepang dan Eropa yang dimasak di dalam bus oleh para juru masaknya. “Konsep Street Gourmet ini memang baru untuk kuliner, karena kami lebih menawarkan sensasi baru untuk menikmati keindahan Bandung sambil menikmati hidangan yang kami sajikan di atas bus ini,” dia menjelaskan. Yuswohady, pengamat pemasaran dari Inventure, menilai, bisnis kuliner yang inovatif tumbuh subur dalam beberapa tahun terakhir.

Gagasan Street Gourmet dipetik Tito dari pengalamannya mengarungi bisnis kuliner dan jasa menyewakan bus pariwisata. Ia memiliki beberapa perusahaan, semisal Trinity Promotion & Advertising, MR Komot Cafe & Cake Shop, dan Surya Gemilang Tour & Travel. Kemudian, dia mematangkan konsep dan model bisnisnya, serta mencari berbagai referensi di Internet. Ia menemukan konsep Street Gourmet mirip di Prancis atau Spanyol, seperti yang ditontonnya di YouTube.

Lalu, Tito selama dua bulan menggodok konsepnya tersebut agar semakin matang. Kemudian, ia memberanikan diri untuk memulai bisnis Street Gourmet pada Juni 2015. Ia menggelontorkan dana hingga Rp 1,2 miliar untuk memodali bisnis patungannya itu. Sumber pendanaannya berasal dari keenam rekannya. Dia membelanjakan modalnya untuk berbagai keperluan, semisal membeli bus dan mendandani interior layaknya restoran premium.

Hasilnya adalah bus restoran yang bagian eksteriornya didominasi warna hitam, dan diberi aksen warna keemasan bertuliskan Street Gourmet. Bus itu diklaimnya sebagai bus restoran pertama di Indonesia. Busnya menempuh perjalanan menyusuri daerah wisata dan bersejarah di Bandung. Bus diberangkatkan setiap tiga jam sekali yang dimulai pada pukul 09.00 WIB. “Saat ini, kami masih bertahan dengan satu bus dengan tetap mempertahankan frekuensi perjalanan 4-5 trip per hari, mungkin di satu sisi hal ini untuk menjaga eksklusivitas bisnis Street Gourmet,” ungkap Tito lagi.

Tur wisata kota dan kuliner ini beroperasi setiap hari dengan durasi perjalanan 1,5 sampai 2 jam. Kecepatan rata-rata bus hanya 30 km/jam agar para tamu merasa nyaman menyantap makanan sambil menikmati panorama Bandung. Kapasitas tempat duduknya sebanyak 24 kursi dan dilengkapi fasilitas lainnya, seperti Wi-Fi, pemandu wisata dan mesin pendingin ruangan yang memanjakan para tamu.

Street Gourmet menawarkan dua paket menu. Paket yang pertama dibanderol Rp 300 ribu untuk dua orang, dan paket kedua tarifnya Rp 600 ribu untuk empat orang pengunjung. Menunya terdiri dari menu pembuka, utama dan penutup. Respons konsumen sangat positif. Setiap bulan, bus Street Gourmet rata-rata disesaki 970 orang. Omsetnya, disebutkan Tito, mencapai Rp 7 juta per hari. Apabila dihitung dalam sebulan, pendapatannya sekitar Rp 210 juta. “Kami membidik wisatawan lokal dan asing sebagai target pasar,” ucap Tito. Dia mempekerjakan 15 pegawai yang ditugasi mengoperasikan Street Gourmet.

Yuswohady mengingatkan pengelola Street Gourmet untuk fokus pada konten dan konteks bisnisnya agar bisnisnya terus berkesinambungan. Dalam bisnis kuliner, menurut Yuswohady, kelezatan menunya menjadi konten utama, sedangkan unsur konteksnya adalah berkeliling Bandung dengan bus. Berdasarkan pengamatannya, bisnis yang konteksnya unik tetapi mengabaikan kontennya, rata-rata gulung tikar hanya dalam satu tahun saja. “Jika yang difokuskan pada konteksnya, bisa jadi orang hanya sekadar ingin tahu. Sebaliknya jika konten yang akan ditonjolkan, harus benar-benar memperhatikan rasa dan kualitas makanannya,” ujar Yuswohady.

Maka, Tito meracik berbagai resep bisnis agar laju Street Gourmet semakin menanjak. Resep yang pertama adalah menawarkan pengalaman baru bagi konsumen, serta mempromosikannya melalui Tony dan Airlangga. Yuswohady menambahkan, cara Tito menggandeng pemain sepak bola sebagai tim promosi bisa meningkatkan promosi getok tular (word of mouth) yang dampaknya terasa dalam jangka pendek. “Nah, untuk long-term-nya, Tito harus memperhatikan unsur kontennya,” dia menyarankan.

Ke depan, Tito berencana menambah armada busnya dan membuka cabang di kota lain. Hingga saat ini, Tito fokus mengamati dan mengevaluasi bus yang sudah dioperasikannya itu.

 

Vicky Rachman & Syukron Ali

The post Street Gourmet, Resto Berjalan Besutan Tito Afrianto appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Street Gourmet, Resto Berjalan Besutan Tito Afrianto

$
0
0
Tito Afrianto

Selain menjadi daerah tujuan wisata, Bandung menjadi surganya wisata kuliner yang menawarkan aneka sajian yang menggoyang lidah bagi penikmat kuliner. Kedua hal itu menjadi daya pikat bagi wisatawan yang mengunjungi Bandung. Bagi pengusaha muda, seperti Tito Afrianto, pariwisata dan kuliner adalah kombinasi bisnis yang menjanjikan. Maka, Tito bersama koleganya sejak Desember tahun lalu menggodok konsep bisnis yang mengemas pariwisata dan kuliner dalam satu paket.

Tito AfriantoBisnisnya itu diberi nama Street Gourmet. Tito merupakan salah satu pendiri dan pemilik saham mayoritas di perusahaan yang mengelola Street Gourmet, yakni PT Trinity. Street Gourmet dibesut Tito bersama 6 rekannya, di antaranya dua pemain sepak bola nasional, yaitu Tony Sucipto (Persib Bandung) dan Airlangga Sucipto (Semen Padang). “Saya membuat bisnis ini karena melihat potensi bisnis kuliner, transportasi dan pariwisata di Bandung masih akan berkembang,” ungkapnya.

Tito dkk. membesut Street Gourmet dengan menawarkan paket tur mengelilingi Bandung sekaligus menyantap aneka kuliner Indonesia, Jepang dan Eropa yang dimasak di dalam bus oleh para juru masaknya. “Konsep Street Gourmet ini memang baru untuk kuliner, karena kami lebih menawarkan sensasi baru untuk menikmati keindahan Bandung sambil menikmati hidangan yang kami sajikan di atas bus ini,” dia menjelaskan. Yuswohady, pengamat pemasaran dari Inventure, menilai, bisnis kuliner yang inovatif tumbuh subur dalam beberapa tahun terakhir.

Gagasan Street Gourmet dipetik Tito dari pengalamannya mengarungi bisnis kuliner dan jasa menyewakan bus pariwisata. Ia memiliki beberapa perusahaan, semisal Trinity Promotion & Advertising, MR Komot Cafe & Cake Shop, dan Surya Gemilang Tour & Travel. Kemudian, dia mematangkan konsep dan model bisnisnya, serta mencari berbagai referensi di Internet. Ia menemukan konsep Street Gourmet mirip di Prancis atau Spanyol, seperti yang ditontonnya di YouTube.

Lalu, Tito selama dua bulan menggodok konsepnya tersebut agar semakin matang. Kemudian, ia memberanikan diri untuk memulai bisnis Street Gourmet pada Juni 2015. Ia menggelontorkan dana hingga Rp 1,2 miliar untuk memodali bisnis patungannya itu. Sumber pendanaannya berasal dari keenam rekannya. Dia membelanjakan modalnya untuk berbagai keperluan, semisal membeli bus dan mendandani interior layaknya restoran premium.

Hasilnya adalah bus restoran yang bagian eksteriornya didominasi warna hitam, dan diberi aksen warna keemasan bertuliskan Street Gourmet. Bus itu diklaimnya sebagai bus restoran pertama di Indonesia. Busnya menempuh perjalanan menyusuri daerah wisata dan bersejarah di Bandung. Bus diberangkatkan setiap tiga jam sekali yang dimulai pada pukul 09.00 WIB. “Saat ini, kami masih bertahan dengan satu bus dengan tetap mempertahankan frekuensi perjalanan 4-5 trip per hari, mungkin di satu sisi hal ini untuk menjaga eksklusivitas bisnis Street Gourmet,” ungkap Tito lagi.

Tur wisata kota dan kuliner ini beroperasi setiap hari dengan durasi perjalanan 1,5 sampai 2 jam. Kecepatan rata-rata bus hanya 30 km/jam agar para tamu merasa nyaman menyantap makanan sambil menikmati panorama Bandung. Kapasitas tempat duduknya sebanyak 24 kursi dan dilengkapi fasilitas lainnya, seperti Wi-Fi, pemandu wisata dan mesin pendingin ruangan yang memanjakan para tamu.

Street Gourmet menawarkan dua paket menu. Paket yang pertama dibanderol Rp 300 ribu untuk dua orang, dan paket kedua tarifnya Rp 600 ribu untuk empat orang pengunjung. Menunya terdiri dari menu pembuka, utama dan penutup. Respons konsumen sangat positif. Setiap bulan, bus Street Gourmet rata-rata disesaki 970 orang. Omsetnya, disebutkan Tito, mencapai Rp 7 juta per hari. Apabila dihitung dalam sebulan, pendapatannya sekitar Rp 210 juta. “Kami membidik wisatawan lokal dan asing sebagai target pasar,” ucap Tito. Dia mempekerjakan 15 pegawai yang ditugasi mengoperasikan Street Gourmet.

Yuswohady mengingatkan pengelola Street Gourmet untuk fokus pada konten dan konteks bisnisnya agar bisnisnya terus berkesinambungan. Dalam bisnis kuliner, menurut Yuswohady, kelezatan menunya menjadi konten utama, sedangkan unsur konteksnya adalah berkeliling Bandung dengan bus. Berdasarkan pengamatannya, bisnis yang konteksnya unik tetapi mengabaikan kontennya, rata-rata gulung tikar hanya dalam satu tahun saja. “Jika yang difokuskan pada konteksnya, bisa jadi orang hanya sekadar ingin tahu. Sebaliknya jika konten yang akan ditonjolkan, harus benar-benar memperhatikan rasa dan kualitas makanannya,” ujar Yuswohady.

Maka, Tito meracik berbagai resep bisnis agar laju Street Gourmet semakin menanjak. Resep yang pertama adalah menawarkan pengalaman baru bagi konsumen, serta mempromosikannya melalui Tony dan Airlangga. Yuswohady menambahkan, cara Tito menggandeng pemain sepak bola sebagai tim promosi bisa meningkatkan promosi getok tular (word of mouth) yang dampaknya terasa dalam jangka pendek. “Nah, untuk long-term-nya, Tito harus memperhatikan unsur kontennya,” dia menyarankan.

Ke depan, Tito berencana menambah armada busnya dan membuka cabang di kota lain. Hingga saat ini, Tito fokus mengamati dan mengevaluasi bus yang sudah dioperasikannya itu.

 

Vicky Rachman & Syukron Ali

The post Street Gourmet, Resto Berjalan Besutan Tito Afrianto appeared first on Indonesia Youngster Inc..

Viewing all 133 articles
Browse latest View live